About me

Jumat, 06 April 2012

Sistem Pernafasan dan Persyarafan Ibu Hamil


Kehamilan adalah suatu keadaan dimana janin dikandung di dalam tubuh wanita, yang sebelumnya diawali dengan proses pembuahan dan kemudian akan diakhiri dengan proses persalinan.  Setiap wanita yang hamil akan diikuti dengan perubahan fisik dan emosional yang kompleks, sehingga memerlukan adaptasi terhadap penyesuaian pola hidup dengan proses kehamilan yang terjadi.
Kehamilan yang sehat, kondisi fisik yang aman dan keadaan emosi yang memuaskan baik bagi ibu maupun bagi janin adalah hasil akhir yang diharapkan oleh ibu dan perawat maternitas. Banyak adaptasi maternal yang tidak diketahui ibu dan keluarganya sehingga menimbulkan respon tersendiri bagi ibu hamil. Berbagai informasi membangkitkan semangat ibu hamil untuk berpartisipasi dalam perawatannya sendiri. Hal ini tergantung kepada keingintahuannya, kebutuhannya akan pengetahuan dan kesiapannya untuk belajar.
Perubahan yang terjadi pada tubuh saat hamil, bersalin dan nifas adalah perubahan yang hebat dan menakjubkan. Sistem-sistem tubuh berubah dengan otomatis menyesuaikan dengan keadaan hamil, bersalin dan nifas.
Selama mengalami kehamilan, ibu hamil akan mengalami perubahan anatomi dan adaptasi fisiologis, baik pada sistem reproduksi, payudara, sistem endokrin, sistem kekebalan, sistem pencernaan,  sistem perkemihan, sistem muskulokeletal,  sistem respirasi, sistem persyarafan, dan lain-lain.
Untuk meningkatkan efektifitas antenatal, seorang bidan  harus mengetahui tentang perubahan anatomi dan fisiologis yang terjadi pada ibu hamil itu.
Namun, kami hanya akan membahas proses perubahan anatomi dan adaptasi fisiologis sistem pernafasan dan sistem persyarafan  ibu hamil.
A.    Proses Perubahan Anatomi dan Adaptasi Fisiologis Sistem Pernafasan Ibu Hamil
Perubahan sistem respirasi pada masa kehamilan diperlukan untuk pertumbuhan janin dan kebutuhan oksigen maternal. Perubahan sistem respirasi meliputi perubahan kebutuhan oksigen, dyspnea (sesak nafas) dan peningkatan volume tidal.
Selama kehamilan terjadi perubahan fisiologi sistem pernafasan disebabkan oleh perubahan hormonal dan faktor mekanik. Pengaruh hormonal (peningkatan kadar estrogen) menyebabkan ligamen pada kerangka iga berelaksasi sehingga ekspansi rongga dada meningkat. Sedangkan perubahan mekanis meliputi elevasi posisi istirahat diafragma kurang lebih 4 cm, peningkatan 2 cm tranversal saat sudut subkostal dan iga bawah melebar, serta lingkar toraks melingkar kurang lebih 6 cm. Semua perubahan ini disebabkan oleh pembesaran uterus akibat tekanan keatas. Perubahan-perubahan ini diperlukan untuk mencukupi peningkatan kebutuhan metabolik dan sirkulasi untuk pertumbuhan janin, plasenta dan uterus. Adanya perubahan-perubahan ini juga menyebabkan perubahan pola pernapasan dari pernapasan abdominal menjadi torakal yang juga memberikan pengaruh untuk memenuhi peningkatan konsumsi oksigen maternal selama kehamilan. Perubahan hormonal  pembesaran mukosa saluran respirasi. Pernafasan melalui hidung akan semakin sulit, sehingga wanita hamil cenderung bernafas dengan mulut, terutama pada malam hari. Hal ini akan menyebabkan terjadinya xerostomia. Insidensi xerostomia pada wanita hamil adalah sekitar 44%. Xerostomia ini akan meningkatkan frekuensi karies gigi. Selain itu, peningkatan progesteron menyebabkan hiperventilasi. Hiperventilasi pada kehamilan adalah hiperventilasi relatif, artinya kenaikan ventilasi alveolar diluar pengaruh CO2 sehingga PaCO2 menurun.
Pemenuhan kebutuhan oksigen
Laju basal metabolisme meningkat selama kehamilan seperti terbukti oleh peningkatan konsumsi oksigen. Laju Metabolisme Basal (BMR) biasanya meningkat pada bulan ke-4 gestasi, meningkat 15% -20% pada akhir kehamilan, dan kembali ke nilai sebelum hamil pada hari ke-5 atau ke-6 pascapartum. Peningkatan BMR mencerminkan peningkatan kebutuhan O2 di unit janin-plasenta-uterus serta peningkatan konsumsi O2 akibat peningkatan kerja jantung ibu.
Kebutuhan O2 ibu meningkat sebagai respon terhadap percepatan laju metabolik dan peningkatan kebutuhan O2 jaringan uterus dan payudara. Dengan semakin tuanya kehamilan, pernafasan dada menggantikan pernafasan perut dan penurunan diafragma saat inspirasi menjadi semakin sulit.
Namun karena adanya peningkatan kebutuhan O2, menyebabkan adanya penurunan kadar CO2 yang menyebabkan alkalosis.
Seain itu, peningkatan vaskularisasi, sebagai respon peningkatan kadar estrogen, membuat kapiler membesar sehingga terbentuklah edema dan hiperemia pada traktus pernafasan atas. Kondisi ini meliputi sumbatan pada hidung dan sinus, epistaksis, perubahan suara, dll. Peningkatan ini juga membuat membran timpani dan tuba eustaki bengkak, nyeri pada telinga, atau rasa penuh di telinga.
Selama melahirkan, konsumsi O2 dapat meningkat 20-25 %. Bila fungsi paru terganggu karena penyakit paru, kemampuan untuk meningkatkan konsumsi oksigen terbatas dan mungkin tidak cukup untuk mendukung partus normal, sebagai konsekuensi fetal distress dapat terjadi.
Dyspnea (ASMA)
Produksi hormon seks wanita yang meningkat akan mempengaruhi mukosa saluran respirasi. Hal ini ditandai dengan adanya pembesaran pada nasofaring, laring, trakhea dan bronkus. Keadaan tersebut menyebabkan perubahan suara dan pernafasan melalui hidung mengalami gangguan. Oleh karena itu, keluhan dyspnea sering dijumpai pada wanita hamil.
Asma adalah suatu penyakit dengan ciri meningkatnya respon trakea dan bronkhus terhadap berbagai rangsangan dengan manifestasi adanya penyempitan jalan nafas yang luas dan derajatnya dapat berubah-ubah secara spontan maupun sebagai hasil pengobatan.
Asma bronkiale merupakan penyakit obstruksi saluran nafas yang sering dijumpai pada kehamilan dan persalinan, diperkirakan 1%-4% wanita hamil menderita asma. Efek kehamilan pada asma tidak dapat diprediksi.
Pengaruh kehamilan terhadap timbulnya serangan asma pada setiap penderita tidaklah sama, bahkan pada seorang penderita asma serangannya tidak sama pada kehamilan pertama dan kehamilan berikutnya. Biasanya serangan akan timbul mulai usai kehamilan 24 minggu sampai 36 minggu, dan akan berkurang pada akhir kehamilan.
Pengaruh asma pada ibu dan janin sangat bergantung dari frekuensi dan beratnya serangan asma, karena ibu dan janin akan mengalami hipoksia. Keadaan hipoksia jika tidak segera diatasi tentu akan memberikan pengaruh buruk pada janin, berupa abortus, persalinan prematur, dan berat janin yang tidak sesuai dengan umur kehamilan.

Pengaruh Kehamilan Terhadap Asma
Pengaruh kehamilan terhadap perjalanan klinis asma, bervariasi dan tidak dapat diduga. Dispnea simtomatik yang terjadi selama kehamilan, yang mengenai 60%-70% wanita hamil, bisa memberi kesan memperberat keadaan asma.
Wanita yang memulai kehamilan dengan asma yang berat, akan mengalami asma yang lebih berat selama masa kehamilannya dibandingkan dengan mereka yang dengan asma yang lebih ringan. Sekitar 60% wanita hamil dengan asma akan mengalami perjalanan asma yang sama pada kehamilan-kehamilan berikutnya.
Gluck& Gluck menyimpulkan bahwa peningkatan kadar IgE diperkirakan akan memperburuk keadaan asma selama kehamilan, sebaliknya penderita dengan kadar IgE yang menurun akan membaik keadaannya selama kehamilan.
Eksaserbasi serangan asma tampaknya sering terjadi pada trimester III atau pada saat persalinan, hal ini menimbulkan pendapat adanya pengaruh perubahan faktor hormonal, yaitu penurunan progesteron dan peningkatan prostaglandin, sebagai faktor yang memberikan pengaruh. Pada persalinan dengan seksio sesarea resiko timbulnya eksaserbasi serangan asma mencapai 18 kali lipat dibandingkan jika persalinan berlangsung pervaginam.
Pengaruh Asma Terhadap Kehamilan
Pengaruh asma terhadap kehamilan bervariasi tergantung derajat berat ringannya asma tersebut. Asma terutama jika berat bisa secara bermakna mempengaruhi hasil akhir kehamilan, beberapa penelitian menunjukkan adanya peningkatan insidensi abortus, elahiran prematur, janin dengan berat badan lahir rendah, dan hipoksia neonatus. Beratnya derajat serangan asma sangat mempengaruhi hal ini, terdapat korelasi bermakna antara fungsi paru ibu dengan berat lahir janin. Angka kematian perinatal meningkat dua kali lipat pada wanita hamil dengan asma dibandingkan kelompok kontrol.
Asma berat yang tidak terkontrol juga menimbulkan resiko bagi ibu, kematian ibu biasanya dihubungkan dengan terjadinya status asmatikus, dan komplikasi yang mengancam jiwa seperti pneumotoraks, pneumomediastinum, kor pulmonale akut, aritmia jantung, serta kelemahan otot dengan gagal nafas. Angka kematian menjadi lebih dari 40% jika penderita memerlukan ventilasi mekanik.
Asma dalam kehamilan juga dihubungkan dengan terjadinya sedikit peningkatan insidensi preeklampsia ringan, dan hipoglikemia pada janin, terutama pada ibu yang menderita asma berat.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa dengan penanganan penderita secara intensif, akan mengurangi serangan akut dan status asmatikus, sehingga hasil akhir kehamilan dan persalinan dapat lebih baik.
Obat-Obat Anti Asma yang Sering Digunakan
Obat-obat yang digunakan untuk pengobatan asma secara garis besar dapat dibagi dalam 5 kelompok utama yaitu beta adrenergik, methylxanthine, glukokortikoid, cromolyn sodium dan anti kolinergik, di samping itu terdapat obat-obat lain yang sering digunakan sebagai terapi tambahan pada penderita asma seperti ekspektoran dan antibiotik..
Efek penggunaan obat anti asma dalam kehamilan terhadap janin Umumnya obat-obat anti asma yang biasanya dipergunakan relatif aman penggunaannya selama kehamilan, jarang dijumpai adanya efek teratogenik pada janin akibat penggunaan obat anti asma.
Penanganan Asma Kronik Pada Kehamilan
Dalam penanganan penderita asma dengan kehamilan, dan tidak dalam serangan akut, diperlukan adanya kerja sama yang baik antara ahli kebidanan dan ahli paru. Usaha-usaha melalui edukasi terhadap penderita dan intervensi melalui pengobatan dilakukan untuk menghindari timbulnya serangan asma yang berat.
Adapun usaha penanganan penderita asma kronik meliputi :
1. Bantuan psikologik menenangkan penderita bahwa kehamilannya tidak akan memperburuk perjalanan klinis penyakit, karena keadaan gelisah dan stres dapat memacu timbulnya serangan asma.
2. Menghindari alergen yang telah diketahui dapat menimbulkan serangan asma
3. Desensitisasi atau imunoterapi, aman dilakukan selama kehamilan tanpa adanya peningkatan resiko terjadinya prematuritas, toksemia, abortus, kematian neonatus, dan malformasi kongenital, akan tetapi efek terapinya terhadap penderita asma belum diketahui jelas.
4. Diberikan dosis teofilin per oral sampai tercapai kadar terapeutik dalam plasma antara 10-22 mikrogram/ml, biasa dosis oral berkisar antara 200-600 mg tiap 8-12 jam.
5. Dosis oral teofilin ini sangat bervariasi antara penderita yang satu dengan yang lainnya.
6. Jika diperlukan dapat diberikan terbulatin sulfat 2,5-5 mh per oral 3 kali sehari, atau beta agonis lainnya.
7. Tambahkan kortikosteroid oral, jika pengobatan masih belum adekuat gunakan prednison dengan dosis sekecil mungkin.
8. Pertimbangan antibiotika profilaksis pada kemungkinan adanya infeksi saluran nafas atas.
9. Cromolyn sodium dapat dipergunakan untuk mencegah terjadinya serangan asma, dengan dosis 20-40 mg, 4 kali sehari secara inhalasi.
Penanganan serangan asma akut pada kehamilan
Dalam menghadapi ibu hamil dengan serangan asma akut, harus secara cepat dinilai beratnya serangan, jika berat perlu dipertimbangkan perawat diruang unit perawatan intensif dengan tetap memonitor keadaan janin dalam kandungan.
Penanganan serangan asma akut pada kehamilan adalah sebagai berikut:
1. Pemberian oksigen yang telah dilembabkan, 2-4/menit, pertahankan pO2 70-80 mmHg. Janin sangat rentan terhadap keadaan hipoksia.
2. Hindari obat-obat penekan batuk, sedatif dan antihistamin. Tenangkan penderita Berikan cairan intravena, biasanya penderita mengalami kekurangan cairan, cairan yang digunakan biasanya ringer laktat atau normal saline.
3. Berikan aminofilin dengan loading dose 4-6 mg/kgBB dan dilanjutkan dengan dosis 0,8-1 mg/kgBB/jam sampai tercapai kadar terapeutik dalam plasma sebesar 10-20 mikrogram/ml.
4. Jika diperlukan pertimbangan penggunaan terbulatin subkutan dengan dosis 0,25 mg
5. Berikan steroid : hidrokortison secara intravena 2 mm/kgBB loading dose, tiap 4 jam atau setelah loading dose dilanjutkan dengan infus 0,5 mg/kgBB/jam
6. Pertimbangan penggunaan antibiotika jika ada kecurigaan infeksi yang menyertai
7. Intubasi dan ventilasi bantuan, jarang dibutuhkan kecuali pada kasus-kasus yang mengancam kehidupan.
8. Serangan asma berat yang tidak memberikan respons setelah 30-60 menit dengan terapi infeksi (obat agonis beta & teofilin) disebut status asmatikus, pada keadaan ini penderita ini harus ditangani di unit perawatan intensif Selama kehamilan pertimbangan untuk intubasi lebih awal diperlukan jika fungsi pernapasan ibu terus menurun, meskipun dilakukan penanganan yang intensif. Melakukan intubasi dan ventilasi mekanis.
Angka kesakitan dan kematian perinatal tergantung dari tingkat penanganan asma. Gordon et al menemukan bahwa angka kematian perinatal meningkat 2 kali lipat pada kehamilan dengan asma dibandingkan kontrol, akan tetapi dengan penanganan penderita dengan baik, angka kesakitan dan kematian perinatal dapat ditekan mendekati angka populasi normal.
Peningkatan Volume Tidal
Selama kehamilan kapasitas vital pernapasan tetap sama dengan kapasitas sebelum hamil yaitu 3200 cc, akan tetapi terjadi peningkatan volume tidal dari 450 cc menjadi 600 cc, yang menyebabkan terjadinya peningkatan ventilasi permenit selama kehamilan antara 19-50 %. Peningkatan volume tidal ini disebabkan oleh efek progesteron terhadap resistensi saluran nafas dan dengan meningkatkan sensitifitas pusat pernapasan terhadap karbondioksida.
Dari faktor mekanis, terjadinya peningkatan diafragma terutama setelah pertengahan kedua kehamilan akibat membesarnya janin, menyebabkan turunnya kapasitas residu fungsional, yang merupakan volume udara yang tidak digunakan dalam paru, sebesar 20%. Selama kehamilan normal terjadi penurunan resistensi saluran napas sebesar 50%.
Perubahan-perubahan ini menyebabkan terjadinya perubahan pada kimia dan gas darah. Karena meningkatnya ventilasi maka terjadi penurunan pCO2 menjadi 30 mm Hg, sedangkan pO2 tetap berkisar dari 90-106 mmHg, sebagai penurunan pCO2 akan terjadi mekanisme sekunder ginjal untuk mengurangi plasma bikarbonat menjadi 18-22 mEq/L, sehingga pH darah tidak mengalami perubahan.

B.  Proses Perubahan Anatomi dan Adaptasi Fisiologis Sistem Persyarafan Ibu Hamil
Pada saat hamil, ibu akan mengalami perubahan-perubahan pada system persyarafan, diantaranya ;
·         Saraf pelvik yang menekan disebabkan oleh perbesaran uterus yang merupakan hasil perubahan sensori pada kaki 
·         Rasa sakit yang menekan disebabkan oleh penarikan pada serabut saraf / penekanan pada akar saraf dorsolumbar lordosis yang merupakan gejala lubang antara persendian sampai lengan
·         Pembengkakan yang melibatkan saraf pherifera  & tangan selama 3 minggu terakhir kehamilan . pembengkakan yang menekan saraf median dibawah ligmen persendian antara lengan & tangan 
·         Gelaja pharethesia ( terbakar / gatal karna kekacauan sistem saraf sensori ) & rasa sakait pada tangan yang menyebar sampai siku . tangan yang dominan biasa nya berpengaruh 
·         Acroesthesia ( kaku & gatal pada tangan ) di sebab kan oleh stoop-snouldered sikap menerima oleh beberapa wanita selama kehamilan pada kondisi ini dihunbungkan dengan penarikan pada segmen dari brachial plexus yaitu nervus plexus yang berasal dari percabangan ventral empat nervus spinalis servikalis terakhir dengan nervus spinalis torakalis pertama , memecah menjadi beberapa nervus utama bahu , dada & lengan, sinusitis, tekanan sakit kepala datang bersama kecemasan , kunang2 , letih , lesu , dan pingsan adalah umum terjadi selama kehamilan  hypocalcemia ( penurunan kalsium darah yang kurang dari normal ) dikarenakan persyarafan otot seperti kejang otot / tetanus.
·         Gangguan pada efisiensi tidur
Di  masa-masa kehamilan, beberapa wanita sering mengalami kesulitan dalam memenuhi kebutuhan dasar istirahat tidur.
Tidur lelap seolah menjadi barang mahal di masa kehamilan. Wanita hamil yang sudah tidak bisa tidur dengan baik di awal kehamilannya kemungkinan akan merasa sangat sedikit tidur di kehamilan lanjut. Kesulitan dalam pemenuhan istirahat tidur, dapat membuat kondisi ibu hamil menurun, konsentrasi berkurang, mudah lelah, badan terasa pegal, tidak mood bekerja, dan cenderung emosional. Tentu saja hal ini dapat membuat beban kehamilan semakin berat. Selain harus menyesuaikan diri dengan perubahan hormon maupun perubahan fisik, wanita hamil juga harus berjuang menghadapi stamina yang menurun drastis.
Salah satu dampak gangguan pemenuhan istirahat tidur adalah terjadinya stress emosional yang dialami oleh wanita hamil, sehingga mengakibatkan peningkatan detak jantung dan peningkatan hormon pemicu stres.  Detak jantung yang semakin keras dapat mempengaruhi gerakan pada janin. Akibatnya, janin pun lebih aktif bergerak-gerak didalam rahim. Selain itu stres yang muncul dapat mempengaruhi nafsu makan ibu sehingga kebutuhan nutrisi yang dibutuhkan oleh ibu dan janin berkurang. Jika intake makanan bergizi kurang, maka dikhawatirkan pertumbuhan janin akan terganggu.
Selain itu, kurang tidur memberi efek buruk pada stamina diantaranya sakit kepala dan sulit konsentrasi. Kondisi ini tentu akan membuat pekerjaan menjadi terbengkalai. Kurang tidur juga dapat mengganggu metabolisme tubuh. Seperti yang sudah diketahui, tidur adalah proses pemulihan sel-sel tubuh. Jika proses ini terganggu tentu regenerasi sel-sel tubuh tidak akan maksimal. Akibatnya tubuh menjadi lemas, dan rentan terhadap berbagai penyakit. Keadaan kurang tidur juga dapat mengganggu kesehatan psikis, seperti mudah marah, dan menjadi sangat sensitif. Oleh karena itu wanita hamil dianjurkan untuk merencanakan istirahat tidur yang teratur dan cukup, hal ini dapat dicapai dengan pengaturan posisi tidur untuk mencapai tidur yang berkualitas.


0 komentar :

Posting Komentar