Kehamilan adalah suatu keadaan dimana janin dikandung di dalam tubuh wanita, yang sebelumnya diawali dengan proses pembuahan dan kemudian akan diakhiri dengan proses persalinan. Setiap wanita yang hamil akan diikuti dengan perubahan fisik dan emosional yang kompleks, sehingga memerlukan adaptasi terhadap penyesuaian pola hidup dengan proses kehamilan yang terjadi.
Kehamilan yang sehat, kondisi fisik yang aman dan
keadaan emosi yang memuaskan baik bagi ibu maupun bagi janin adalah hasil akhir
yang diharapkan oleh ibu dan perawat maternitas. Banyak adaptasi maternal yang
tidak diketahui ibu dan keluarganya sehingga menimbulkan respon tersendiri bagi
ibu hamil. Berbagai informasi membangkitkan semangat ibu hamil untuk berpartisipasi
dalam perawatannya sendiri. Hal ini tergantung kepada keingintahuannya,
kebutuhannya akan pengetahuan dan kesiapannya untuk belajar.
Perubahan yang terjadi pada tubuh saat hamil, bersalin
dan nifas adalah perubahan yang hebat dan menakjubkan. Sistem-sistem tubuh
berubah dengan otomatis menyesuaikan dengan keadaan hamil, bersalin dan nifas.
Selama mengalami kehamilan, ibu hamil akan
mengalami perubahan anatomi dan adaptasi fisiologis, baik pada sistem
reproduksi, payudara, sistem endokrin, sistem kekebalan, sistem
pencernaan, sistem perkemihan, sistem muskulokeletal,
sistem respirasi, sistem persyarafan,
dan lain-lain.
Untuk meningkatkan efektifitas antenatal, seorang
bidan harus mengetahui tentang perubahan
anatomi dan fisiologis yang terjadi pada ibu hamil itu.
Namun,
kami hanya akan membahas proses perubahan anatomi dan adaptasi fisiologis
sistem pernafasan dan sistem persyarafan
ibu hamil.
A. Proses Perubahan Anatomi dan Adaptasi
Fisiologis Sistem Pernafasan Ibu Hamil
Perubahan sistem
respirasi pada masa kehamilan diperlukan untuk pertumbuhan janin dan kebutuhan
oksigen maternal. Perubahan sistem respirasi meliputi perubahan kebutuhan
oksigen, dyspnea (sesak nafas) dan
peningkatan volume tidal.
Selama kehamilan terjadi perubahan fisiologi sistem pernafasan
disebabkan oleh perubahan hormonal dan faktor mekanik. Pengaruh hormonal (peningkatan kadar estrogen) menyebabkan ligamen pada kerangka iga
berelaksasi sehingga ekspansi rongga dada meningkat. Sedangkan perubahan mekanis meliputi elevasi posisi
istirahat diafragma kurang lebih 4 cm, peningkatan 2 cm tranversal saat sudut
subkostal dan iga bawah melebar, serta lingkar toraks melingkar kurang lebih 6
cm. Semua perubahan ini disebabkan oleh pembesaran uterus akibat tekanan
keatas. Perubahan-perubahan ini diperlukan untuk
mencukupi peningkatan kebutuhan metabolik dan sirkulasi untuk pertumbuhan
janin, plasenta dan uterus. Adanya perubahan-perubahan ini juga menyebabkan
perubahan pola pernapasan dari pernapasan abdominal menjadi torakal yang juga
memberikan pengaruh untuk memenuhi peningkatan konsumsi oksigen maternal selama
kehamilan. Perubahan hormonal pembesaran
mukosa saluran respirasi. Pernafasan melalui hidung akan semakin sulit,
sehingga wanita hamil cenderung bernafas dengan mulut, terutama pada malam
hari. Hal ini akan menyebabkan terjadinya xerostomia. Insidensi xerostomia pada
wanita hamil adalah sekitar 44%. Xerostomia ini akan meningkatkan frekuensi
karies gigi. Selain itu, peningkatan progesteron menyebabkan
hiperventilasi. Hiperventilasi pada kehamilan adalah
hiperventilasi relatif, artinya kenaikan ventilasi alveolar diluar pengaruh CO2
sehingga PaCO2 menurun.
Pemenuhan kebutuhan oksigen
Laju basal metabolisme meningkat selama
kehamilan seperti terbukti oleh peningkatan konsumsi oksigen. Laju Metabolisme
Basal (BMR) biasanya meningkat pada bulan ke-4 gestasi, meningkat 15% -20% pada
akhir kehamilan, dan kembali ke nilai sebelum hamil pada hari ke-5 atau ke-6
pascapartum. Peningkatan BMR mencerminkan peningkatan kebutuhan O2 di unit
janin-plasenta-uterus serta peningkatan konsumsi O2 akibat peningkatan kerja
jantung ibu.
Kebutuhan O2 ibu meningkat sebagai
respon terhadap percepatan laju metabolik dan peningkatan kebutuhan O2
jaringan uterus dan payudara. Dengan semakin tuanya kehamilan, pernafasan dada
menggantikan pernafasan perut dan penurunan diafragma saat inspirasi menjadi
semakin sulit.
Namun karena
adanya peningkatan kebutuhan O2, menyebabkan adanya penurunan kadar
CO2 yang menyebabkan alkalosis.
Seain itu, peningkatan vaskularisasi, sebagai
respon peningkatan kadar estrogen, membuat kapiler membesar sehingga
terbentuklah edema dan hiperemia pada traktus pernafasan atas. Kondisi ini
meliputi sumbatan pada hidung dan sinus, epistaksis, perubahan suara, dll.
Peningkatan ini juga membuat membran timpani dan tuba eustaki bengkak, nyeri
pada telinga, atau rasa penuh di telinga.
Selama melahirkan, konsumsi O2 dapat
meningkat 20-25 %. Bila fungsi paru terganggu karena penyakit paru, kemampuan
untuk meningkatkan konsumsi oksigen terbatas dan mungkin tidak cukup untuk
mendukung partus normal, sebagai konsekuensi fetal distress dapat terjadi.
Dyspnea (ASMA)
Produksi
hormon seks wanita yang meningkat akan mempengaruhi mukosa saluran respirasi.
Hal ini ditandai dengan adanya pembesaran pada nasofaring, laring, trakhea dan
bronkus. Keadaan tersebut menyebabkan perubahan suara dan pernafasan melalui
hidung mengalami gangguan. Oleh karena itu, keluhan dyspnea sering dijumpai pada wanita hamil.
Asma
adalah suatu penyakit dengan ciri meningkatnya respon trakea dan bronkhus
terhadap berbagai rangsangan dengan manifestasi adanya penyempitan jalan nafas
yang luas dan derajatnya dapat berubah-ubah secara spontan maupun sebagai hasil
pengobatan.
Asma
bronkiale merupakan penyakit obstruksi saluran nafas yang sering dijumpai pada
kehamilan dan persalinan, diperkirakan 1%-4% wanita hamil menderita asma. Efek
kehamilan pada asma tidak dapat diprediksi.
Pengaruh
kehamilan terhadap timbulnya serangan asma pada setiap penderita tidaklah sama,
bahkan pada seorang penderita asma serangannya tidak sama pada kehamilan
pertama dan kehamilan berikutnya. Biasanya serangan akan timbul mulai usai
kehamilan 24 minggu sampai 36 minggu, dan akan berkurang pada akhir kehamilan.
Pengaruh
asma pada ibu dan janin sangat bergantung dari frekuensi dan beratnya serangan
asma, karena ibu dan janin akan mengalami hipoksia. Keadaan hipoksia jika tidak
segera diatasi tentu akan memberikan pengaruh buruk pada janin, berupa abortus,
persalinan prematur, dan berat janin yang tidak sesuai dengan umur kehamilan.
Pengaruh Kehamilan Terhadap Asma
Pengaruh
kehamilan terhadap perjalanan klinis asma, bervariasi dan tidak dapat diduga.
Dispnea simtomatik yang terjadi selama kehamilan, yang mengenai 60%-70% wanita
hamil, bisa memberi kesan memperberat keadaan asma.
Wanita yang
memulai kehamilan dengan asma yang berat, akan mengalami asma yang lebih berat
selama masa kehamilannya dibandingkan dengan mereka yang dengan asma yang lebih
ringan. Sekitar 60% wanita hamil dengan asma akan mengalami perjalanan asma
yang sama pada kehamilan-kehamilan berikutnya.
Gluck&
Gluck menyimpulkan bahwa peningkatan kadar IgE diperkirakan akan memperburuk
keadaan asma selama kehamilan, sebaliknya penderita dengan kadar IgE yang
menurun akan membaik keadaannya selama kehamilan.
Eksaserbasi
serangan asma tampaknya sering terjadi pada trimester III atau pada saat
persalinan, hal ini menimbulkan pendapat adanya pengaruh perubahan faktor
hormonal, yaitu penurunan progesteron dan peningkatan prostaglandin, sebagai
faktor yang memberikan pengaruh. Pada persalinan dengan seksio sesarea resiko
timbulnya eksaserbasi serangan asma mencapai 18 kali lipat dibandingkan jika
persalinan berlangsung pervaginam.
Pengaruh Asma Terhadap Kehamilan
Pengaruh
asma terhadap kehamilan bervariasi tergantung derajat berat ringannya asma
tersebut. Asma terutama jika berat bisa secara bermakna mempengaruhi hasil akhir
kehamilan, beberapa penelitian menunjukkan adanya peningkatan insidensi
abortus, elahiran prematur, janin dengan berat badan lahir rendah, dan hipoksia
neonatus. Beratnya derajat serangan asma sangat mempengaruhi hal ini, terdapat
korelasi bermakna antara fungsi paru ibu dengan berat lahir janin. Angka
kematian perinatal meningkat dua kali lipat pada wanita hamil dengan asma
dibandingkan kelompok kontrol.
Asma berat
yang tidak terkontrol juga menimbulkan resiko bagi ibu, kematian ibu biasanya
dihubungkan dengan terjadinya status asmatikus, dan komplikasi yang mengancam
jiwa seperti pneumotoraks, pneumomediastinum, kor pulmonale akut, aritmia
jantung, serta kelemahan otot dengan gagal nafas. Angka kematian menjadi lebih
dari 40% jika penderita memerlukan ventilasi mekanik.
Asma dalam
kehamilan juga dihubungkan dengan terjadinya sedikit peningkatan insidensi
preeklampsia ringan, dan hipoglikemia pada janin, terutama pada ibu yang
menderita asma berat.
Beberapa
penelitian menunjukkan bahwa dengan penanganan penderita secara intensif, akan
mengurangi serangan akut dan status asmatikus, sehingga hasil akhir kehamilan
dan persalinan dapat lebih baik.
Obat-Obat Anti Asma yang Sering Digunakan
Obat-obat
yang digunakan untuk pengobatan asma secara garis besar dapat dibagi dalam 5
kelompok utama yaitu beta adrenergik, methylxanthine, glukokortikoid, cromolyn
sodium dan anti kolinergik, di samping itu terdapat obat-obat lain yang sering
digunakan sebagai terapi tambahan pada penderita asma seperti ekspektoran dan
antibiotik..
Efek penggunaan obat anti asma dalam
kehamilan terhadap janin Umumnya obat-obat anti asma yang biasanya dipergunakan
relatif aman penggunaannya selama kehamilan, jarang dijumpai adanya efek
teratogenik pada janin akibat penggunaan obat anti asma.
Penanganan Asma Kronik Pada Kehamilan
Dalam
penanganan penderita asma dengan kehamilan, dan tidak dalam serangan akut,
diperlukan adanya kerja sama yang baik antara ahli kebidanan dan ahli paru.
Usaha-usaha melalui edukasi terhadap penderita dan intervensi melalui
pengobatan dilakukan untuk menghindari timbulnya serangan asma yang berat.
Adapun usaha
penanganan penderita asma kronik meliputi :
1. Bantuan
psikologik menenangkan penderita bahwa kehamilannya tidak akan memperburuk
perjalanan klinis penyakit, karena keadaan gelisah dan stres dapat memacu
timbulnya serangan asma.
2.
Menghindari alergen yang telah diketahui dapat menimbulkan serangan asma
3.
Desensitisasi atau imunoterapi, aman dilakukan selama kehamilan tanpa adanya
peningkatan resiko terjadinya prematuritas, toksemia, abortus, kematian
neonatus, dan malformasi kongenital, akan tetapi efek terapinya terhadap penderita
asma belum diketahui jelas.
4. Diberikan
dosis teofilin per oral sampai tercapai kadar terapeutik dalam plasma antara
10-22 mikrogram/ml, biasa dosis oral berkisar antara 200-600 mg tiap 8-12 jam.
5. Dosis
oral teofilin ini sangat bervariasi antara penderita yang satu dengan yang
lainnya.
6. Jika
diperlukan dapat diberikan terbulatin sulfat 2,5-5 mh per oral 3 kali sehari,
atau beta agonis lainnya.
7. Tambahkan
kortikosteroid oral, jika pengobatan masih belum adekuat gunakan prednison
dengan dosis sekecil mungkin.
8. Pertimbangan
antibiotika profilaksis pada kemungkinan adanya infeksi saluran nafas atas.
9. Cromolyn
sodium dapat dipergunakan untuk mencegah terjadinya serangan asma, dengan dosis
20-40 mg, 4 kali sehari secara inhalasi.
Penanganan serangan asma akut pada kehamilan
Dalam
menghadapi ibu hamil dengan serangan asma akut, harus secara cepat dinilai
beratnya serangan, jika berat perlu dipertimbangkan perawat diruang unit
perawatan intensif dengan tetap memonitor keadaan janin dalam kandungan.
Penanganan
serangan asma akut pada kehamilan adalah sebagai berikut:
1. Pemberian
oksigen yang telah dilembabkan, 2-4/menit, pertahankan pO2 70-80 mmHg. Janin
sangat rentan terhadap keadaan hipoksia.
2. Hindari
obat-obat penekan batuk, sedatif dan antihistamin. Tenangkan penderita Berikan
cairan intravena, biasanya penderita mengalami kekurangan cairan, cairan yang
digunakan biasanya ringer laktat atau normal saline.
3. Berikan
aminofilin dengan loading dose 4-6 mg/kgBB dan dilanjutkan dengan dosis 0,8-1
mg/kgBB/jam sampai tercapai kadar terapeutik dalam plasma sebesar 10-20
mikrogram/ml.
4. Jika
diperlukan pertimbangan penggunaan terbulatin subkutan dengan dosis 0,25 mg
5. Berikan
steroid : hidrokortison secara intravena 2 mm/kgBB loading dose, tiap 4 jam
atau setelah loading dose dilanjutkan dengan infus 0,5 mg/kgBB/jam
6.
Pertimbangan penggunaan antibiotika jika ada kecurigaan infeksi yang menyertai
7. Intubasi
dan ventilasi bantuan, jarang dibutuhkan kecuali pada kasus-kasus yang
mengancam kehidupan.
8. Serangan
asma berat yang tidak memberikan respons setelah 30-60 menit dengan terapi
infeksi (obat agonis beta & teofilin) disebut status asmatikus, pada
keadaan ini penderita ini harus ditangani di unit perawatan intensif Selama
kehamilan pertimbangan untuk intubasi lebih awal diperlukan jika fungsi
pernapasan ibu terus menurun, meskipun dilakukan penanganan yang intensif.
Melakukan intubasi dan ventilasi mekanis.
Angka
kesakitan dan kematian perinatal tergantung dari tingkat penanganan asma.
Gordon et al menemukan bahwa angka kematian perinatal meningkat 2 kali lipat
pada kehamilan dengan asma dibandingkan kontrol, akan tetapi dengan penanganan
penderita dengan baik, angka kesakitan dan kematian perinatal dapat ditekan
mendekati angka populasi normal.
Peningkatan Volume Tidal
Selama kehamilan kapasitas vital pernapasan tetap sama dengan kapasitas
sebelum hamil yaitu 3200 cc, akan tetapi terjadi peningkatan volume tidal dari
450 cc menjadi 600 cc, yang menyebabkan terjadinya peningkatan ventilasi
permenit selama kehamilan antara 19-50 %. Peningkatan volume tidal ini
disebabkan oleh efek progesteron terhadap resistensi saluran nafas dan dengan
meningkatkan sensitifitas pusat pernapasan terhadap karbondioksida.
Dari faktor mekanis, terjadinya peningkatan diafragma terutama setelah pertengahan kedua kehamilan akibat membesarnya janin, menyebabkan turunnya kapasitas residu fungsional, yang merupakan volume udara yang tidak digunakan dalam paru, sebesar 20%. Selama kehamilan normal terjadi penurunan resistensi saluran napas sebesar 50%.
Dari faktor mekanis, terjadinya peningkatan diafragma terutama setelah pertengahan kedua kehamilan akibat membesarnya janin, menyebabkan turunnya kapasitas residu fungsional, yang merupakan volume udara yang tidak digunakan dalam paru, sebesar 20%. Selama kehamilan normal terjadi penurunan resistensi saluran napas sebesar 50%.
Perubahan-perubahan ini menyebabkan terjadinya perubahan pada kimia dan
gas darah. Karena meningkatnya ventilasi maka terjadi penurunan pCO2 menjadi 30
mm Hg, sedangkan pO2 tetap berkisar dari 90-106 mmHg, sebagai penurunan pCO2
akan terjadi mekanisme sekunder ginjal untuk mengurangi plasma bikarbonat
menjadi 18-22 mEq/L, sehingga pH darah tidak mengalami perubahan.
B. Proses Perubahan Anatomi dan Adaptasi
Fisiologis Sistem Persyarafan Ibu Hamil
Pada saat hamil, ibu akan
mengalami perubahan-perubahan pada system persyarafan, diantaranya ;
·
Saraf pelvik yang menekan disebabkan oleh perbesaran
uterus yang merupakan hasil perubahan sensori pada kaki
·
Rasa sakit yang menekan disebabkan oleh penarikan
pada serabut saraf / penekanan pada akar saraf dorsolumbar lordosis yang merupakan
gejala lubang antara persendian sampai lengan
·
Pembengkakan yang melibatkan saraf pherifera & tangan selama 3 minggu terakhir
kehamilan . pembengkakan yang menekan saraf median dibawah ligmen persendian
antara lengan & tangan
·
Gelaja pharethesia ( terbakar / gatal karna
kekacauan sistem saraf sensori ) & rasa sakait pada tangan yang menyebar
sampai siku . tangan yang dominan biasa nya berpengaruh
·
Acroesthesia ( kaku & gatal pada tangan ) di
sebab kan oleh stoop-snouldered sikap menerima oleh beberapa wanita selama
kehamilan pada kondisi ini dihunbungkan dengan penarikan pada segmen dari
brachial plexus yaitu nervus plexus yang berasal dari percabangan ventral empat
nervus spinalis servikalis terakhir dengan nervus spinalis torakalis pertama ,
memecah menjadi beberapa nervus utama bahu , dada & lengan, sinusitis,
tekanan sakit kepala datang bersama kecemasan , kunang2 , letih , lesu , dan
pingsan adalah umum terjadi selama kehamilan hypocalcemia ( penurunan
kalsium darah yang kurang dari normal ) dikarenakan persyarafan otot seperti
kejang otot / tetanus.
·
Gangguan pada efisiensi tidur
Di masa-masa kehamilan, beberapa wanita sering
mengalami kesulitan dalam memenuhi kebutuhan dasar istirahat tidur.
Tidur
lelap seolah menjadi barang mahal di masa kehamilan. Wanita hamil yang sudah
tidak bisa tidur dengan baik di awal kehamilannya kemungkinan akan merasa
sangat sedikit tidur di kehamilan lanjut. Kesulitan dalam pemenuhan istirahat
tidur, dapat membuat kondisi ibu hamil menurun, konsentrasi berkurang, mudah
lelah, badan terasa pegal, tidak mood bekerja, dan cenderung emosional. Tentu
saja hal ini dapat membuat beban kehamilan semakin berat. Selain harus
menyesuaikan diri dengan perubahan hormon maupun perubahan fisik, wanita hamil
juga harus berjuang menghadapi stamina yang menurun drastis.
Salah
satu dampak gangguan pemenuhan istirahat tidur adalah terjadinya stress
emosional yang dialami oleh wanita hamil, sehingga mengakibatkan peningkatan
detak jantung dan peningkatan hormon pemicu stres. Detak jantung yang semakin keras dapat
mempengaruhi gerakan pada janin. Akibatnya, janin pun lebih aktif
bergerak-gerak didalam rahim. Selain itu stres yang muncul dapat mempengaruhi
nafsu makan ibu sehingga kebutuhan nutrisi yang dibutuhkan oleh ibu dan janin
berkurang. Jika intake makanan bergizi kurang, maka dikhawatirkan pertumbuhan
janin akan terganggu.
Selain
itu, kurang tidur memberi efek buruk pada stamina diantaranya sakit kepala dan
sulit konsentrasi. Kondisi ini tentu akan membuat pekerjaan menjadi
terbengkalai. Kurang tidur juga dapat mengganggu metabolisme tubuh. Seperti
yang sudah diketahui, tidur adalah proses pemulihan sel-sel tubuh. Jika proses
ini terganggu tentu regenerasi sel-sel tubuh tidak akan maksimal. Akibatnya tubuh
menjadi lemas, dan rentan terhadap berbagai penyakit. Keadaan kurang tidur juga
dapat mengganggu kesehatan psikis, seperti mudah marah, dan menjadi sangat
sensitif. Oleh karena itu wanita hamil dianjurkan untuk merencanakan istirahat
tidur yang teratur dan cukup, hal ini dapat dicapai dengan pengaturan posisi
tidur untuk mencapai tidur yang berkualitas.
0 komentar :
Posting Komentar