Perkembangan pelayanan dan pendidikan kebidanan nasional
terjadi begitu cepat. Hal ini menunjukkan bahwa perkembangan pelayanan dan
pendidikan kebidanan merupakan hal yang penting untuk dipelajari dan dipahami
oleh petugas kesehatan khususnya bidan yang bertugas sebagai bidan pendidik
maupun bidan di pelayanan.
Perkembangan
bidan di Indonesia sangat berpengaruh pada status kesehatan ibu dan anak.dengan
semakin baiknya kualitas bidan maka akan baik pula status kesehatan ibu dan
anak itu. Sangat penting bagi para tenaga kesehatan untuk mengikuti
perkembangan pelayanan bidan.
Salah satu faktor yang menyebabkan terus berkembangnya
pelayanan dan pendidikan kebidanan adalah masih tingginya mortalitas dan
morbiditas pada wanita hamil dan bersalin, khususnya di negara berkembang dan
di negara miskin yaitu sekitar 25-50%. Mengingat hal diatas, maka penting bagi
bidan untuk mengetahui sejarah perkembangan pelayanan dan pendidikan kebidanan
karena bidan sebagai tenaga terdepan dan utama dalam pelayanan kesehatan ibu
dan bayi diberbagai catatan pelayanan wajib mengikuti perkembangan IPTEK dan
menambah ilmu pengetahuannya melalui pendidikan formal atau non formal dan
bidan berhak atas kesempatan untuk meningkatkan diri baik melalui pendidikan
maupun pelatihan serta meningkatkan jenjang karir dan jabatan yang sesuai.
1. Perkembangan Pelayanan Kebidanan di Indonesia
Pelayanan kebidanan adalah
seluruh tugas yang menjadi tanggung jawab profesi bidan dalam sistem pelayanan
kesehatan yang bertujuan untuk meningkatkan kesehatan kaum perempuan khususnya
ibu dan anak-anak.
Layanan kebidanan yang tepat
akan meningkatan keamanan dan kesejahteraan ibu dan bayinya. Layanan
kebidanan/oleh bidan dapat dibedakan meliputi:
a. Layanan kebidanan primer
yaitu layanan yang diberikan sepenuhnya atas tanggung jawab bidan.
b. Layanan kolaborasi yaitu
layanan yang dilakukan oleh bidan sebagai anggota tim secara bersama-sama
dengan profesi lain dalam rangka pemberian pelayanan kesehatan.
c. Layanan kebidanan rujukan
yaitu merupakan pengalihan tanggung jwab layanan oleh bidan kepada sistem
layanan yang lebih tinggi atau yang lebih kompeten ataupun pengambil alihan
tanggung jawab layanan/menerima rujukan dari penolong persalinan lainnya
seperti rujukan.
Pada zaman pemerintahan Hindia
Belanda, angka kematian ibu dan anak sangat tinggi. Tenaga penolong persalinan
adalah dukun. Pada tahun 1807 (zaman Gubernur Jenderal Hendrik William
Deandels) para dukun dilatih dalam pertolongan persalinan, tetapi keadaan ini
tidak tidak berlangsung lama karena tidak adanya pelatih kebidanan. Adapun
pelayanan kebidanan hanya diperuntukkan bagi orang-orang Belanda yang ada di
Indonesia. Tahun 1849 di buka pendidikan Dokter Jawa di Batavia (Di Rumah Sakit
Militer Belanda sekarang RSPAD Gatot Subroto). Saat itu ilmu kebidanan belum
merupakan pelajaran, baru tahun 1889 oleh Straat, Obstetrikus Austria dan
Masland, Ilmu kebidanan diberikan sukarela. Seiring dengan dibukanya pendidikan
dokter tersebut, pada tahun 1851, dibuka pendidikan bidan bagi wanita pribumi
di Batavia oleh seorang dokter militer Belanda (dr. W. Bosch). Mulai saat itu
pelayanan kesehatan ibu dan anak dilakukan oleh dukun dan bidan. Pada tahun
1952 mulai diadakan pelatihan bidan secara formal agar dapat meningkatkan
kualitas pertolongan persalinan. Perubahan pengetahuan dan keterampilan tentang
pelayanan kesehatan ibu dan anak secara menyeluruh di masyarakat dilakukan
melalui kursus tambahan yang dikenal dengan istilah Kursus Tambahan Bidan (KTB)
pada tahun 1953 di Yogyakarta yang akhirnya dilakukan pula dikota-kota besar
lain di nusantara.
Seiring dengan pelatihan
tersebut didirikanlah Balai Kesehatan Ibu dan Anak (BKIA). Dari BKIA inilah
yang akhirnya menjadi suatu pelayanan terintegrasi kepada masyarakat yang
dinamakan Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) pada tahun 1957. Puskesmas
memberikan pelayanan berorientasi pada wilayah kerja. Bidan yang bertugas di
Puskesmas berfungsi dalam memberikan pelayanan kesehatan ibu dan anak termasuk
pelayanan keluarga berencana. Mulai tahun 1990 pelayanan kebidanan diberikan
secara merata dan dekat dengan masyarakat. Kebijakan ini melalui Instruksi
Presiden secara lisan pada Sidang Kabinet Tahun 1992 tentang perlunya mendidik
bidan untuk penempatan bidan di desa. Adapun tugas pokok bidan di desa adalah
sebagai pelaksana kesehatan KIA, khususnya dalam pelayanan kesehatan ibu hamil,
bersalin dan nifas serta pelayanan kesehatan bayi baru lahir, termasuk.
Pembinaan dukun bayi. Dalam melaksanakan tugas pokoknya bidan di desa
melaksanakan kunjungan rumah pada ibu dan anak yang memerlukannya, mengadakan
pembinaan pada Posyandu di wilayah kerjanya serta mengembangkan Pondok Bersalin
sesuai denga kebutuhan masyarakat setempat. Hal tersebut di atas adalah
pelayanan yang diberikan oleh bidan di desa. Pelayanan yang diberikan
berorientasi pada kesehatan masyarakat berbeda halnya dengan bidan yang bekerja
di rumah sakit, dimana pelayanan yang diberikan berorientasi pada individu.
Bidan di rumah sakit memberikan pelayanan poliklinik antenatal, gangguan
kesehatan reproduksi di poliklinik keluarga berencana, senam hamil, pendidikan
perinatal, kamar bersalin, kamar operasi kebidanan, ruang nifas dan ruang
perinatal. Titik tolak dari Konferensi Kependudukan Dunia di Kairo pada tahun
1994 yang menekankan pada reproduktive health (kesehatan reproduksi),
memperluas area garapan pelayanan bidan. Area tersebut meliputi:
1. Safe Motherhood, termasuk
bayi baru lahir dan perawatan abortus
2. Family Planning
3. Penyakit menular seksual
termasuk infeksi saluran alat reproduksi
4. Kesehatan reproduksi pada
remaja
5. Kesehatan reproduksi pada
orang tua.
2 Kewenangan Bidan dalam Permenkes
Bidan dalam melaksanakan peran,
fungsi dan tugasnya didasarkan pada kemampuan dan kewenangan yang diberikan.
Kewenangan tersebut diatur melalui Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes).
Permenkes yang menyangkut wewenang bidan selalu mengalami perubahan sesuai
dengan kebutuhan dan perkembangan masyarakat.
Permenkes tersebut dimulai dari:
Permenkes tersebut dimulai dari:
a. Permenkes No. 5380/IX/1963,
wewenang bidan terbatas pada pertolongan persalinan normal secara mandiri,
didampingi tugas lain.
b. Permenkes No. 363/IX/1980,
yang kemudian diubah menjadi Permenkes 623/1989 wewenang bidan dibagi menjadi
dua yaitu wewenang umum dan khusus ditetapkan bila bidan meklaksanakan tindakan
khusus di bawah pengawasan dokter. Pelaksanaan dari Permenkes ini, bidan dalam
melaksanakan praktek perorangan di bawah pengawasan dokter
c. Permenkes No. 572/VI/1996,
wewenang ini mengatur tentang registrasi dan praktek bidan. Bidan dalam
melaksanakan prakteknya diberi kewenangan yang mandiri. Kewenangan tersebut
disertai dengan kemampuan dalam melaksanakan tindakan. Dalam wewenang tersebut
mencakup:
• Pelayanan kebidanan yang meliputi
pelayanan ibu dan anak.
• Pelayanan Keluarga Berencana
• Pelayanan Kesehatan
Masyarakat
d. Kepmenkes No.
900/Menkes/SK/VII/2002 tentang registrasi dan praktek bidan revisi dari
Permenkes No. 572/VI/1996. Dalam melaksanakan tugasnya, bidan melakukan
kolaborasi, konsultasi dan merujuk sesuai dengan kondisi pasien, kewenangan dan
kemampuannya.
Dalam keadaan darurat bidan juga diberi wewenang pelayanan kebidanan yang ditujukan untuk penyelamatan jiwa. Dalam aturan tersebut juga ditegaskan bahwa bidan dalam menjalankan praktek harus sesuai dengan kewenangan, kemampuan, pendidikan, pengalaman serta berdasarkan standar profesi. Pencapaian kemampuan bidan sesuai dengan Kepmenkes No. 900/2002 tidaklah mudah, karena kewenangan yang diberikan oleh Departemen Kesehatan ini mengandung tuntutan akan kemampuan bidan sebagai tenaga profesional dan mandiri.
Dalam keadaan darurat bidan juga diberi wewenang pelayanan kebidanan yang ditujukan untuk penyelamatan jiwa. Dalam aturan tersebut juga ditegaskan bahwa bidan dalam menjalankan praktek harus sesuai dengan kewenangan, kemampuan, pendidikan, pengalaman serta berdasarkan standar profesi. Pencapaian kemampuan bidan sesuai dengan Kepmenkes No. 900/2002 tidaklah mudah, karena kewenangan yang diberikan oleh Departemen Kesehatan ini mengandung tuntutan akan kemampuan bidan sebagai tenaga profesional dan mandiri.
3 Perkembangan Pendidikan Bidan
Perkembangan
pendidikan bidan berhubungan dengan perkembangan pelayanan, yang dimaksud
dengan pendidikan kebidanan adalah pendidikan formal dan non formal
1.
Pendidikan
bidan dimulai pada masa penjajahan hindia belanda, tahun 1851 dokter militer
belanda membuka pendidikan bidan bagi wanita pribumi di batavia
2.
Tahun 1904
mulai diibuka pendidikan bidan di rumah sakit militer di batavia
3.
Tahun
1911/1912 dimulai tenaga keperawatan di RSUP semarang dan batavia
4.
Tahun
1935-1938 pemerintah belanda mendidik bidan lulusan mulo (setingkat SMP) dan
dibuka sekolah bidan di RSB Budi Kemuliaan Jakarta, RSB Palang Dua dan RSB
Mardi Waluyo di Semarang
5.
Tahun
1950-1953 dibuka sekolah bidan dari lulusan SMP dengan batasan usia minimal 17
tahun dan lama pendidikan 3 tahun. Mengingat kebutuhabn tenaga untuk menolong
persalinan cukup banyak, dibuka pendidikan pembantu bidan /jenjang kesehatan E
dan ditutup tahun 1976
6.
Tahun 1953
dibuka kursus tambahan bidan (KTB) di yogaykarta lamanya kursus antara 7-12
minggu
7.
Tahun 1954
dibuka pendidikan guru bidan bersama dengan guru perawat di bandung, dan awal
1972 institusi pendidikan dilebur menjadi Sekolah Guru Perawat (SGP), dan
pendidikan ini menerima calon dari lulusan sekolah perawat dan bidan
8.
Tahun 1970
dibuka program pendididkan yang menerima lulusan sekolah pengatur rawat
ditambah 2 tahun pendidikan bidan yang disebut sekolah pendidikan lanjutan
jurusan kebidanan dan ini tidak dilaksanakan secara merata dari seluruh
provinsi
9.
Tahun 1974
dibuka Sekolah Perawat Kesehatan (SPK) dengan tujuan adanya tenaga di lapangan
dimana salah satu tugasnya adalah menolong persalinan normal
10. Tahun 1975-1985 institusi pendidikan bidan ditutup
11. Tahun 1981 dibuka pandidikan D, kesehatan ibu dan
anak, yang berlangsung hanya satu tahun
12. Tahun 1985 dibuka program pendidikan bidan lulusan
SPB dan SPK, lamanya pendidikan 1 tahun dan lulusannya dikembalikan kepada
institusi yang mengirim
13. Tahun 1989 dibuka Cresh program pendidikan bidan
secara normal yang lulusan SPK untuk langsung masuk program pendidikan bidan
(PPB/A), lama pendidikan 1 tahun dan lulusannya ditempatkan di desa dengan
tujuan untuk memberikan pelajaran kesehatan terutama ibu dan anak di daerah
pedesaan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan keluarga dan menurunkan angka
kematian ibu dan anak. Mulai tahun 1996 status bidan di desa sebgaai pegawai
tidak tetap (PTT)
14. Tahun 1993 dibuka PPB program bidan yang peserta
didukungnya dari lulusan akper dengan lama pendidikan 1 tahun yang tujuannya
untuk mempersiapkan tenaga pengajar pada program pendidikan bidan A
15. Tahun 1993 dibuak PPB program C yang menerima
lulusan SMP dilakukan di 11 provinsi di wilayah sumatera, kalimantan, sulawesi
selatan, NTT, maluku dan irian
16. Tahun 1994-1995 pemerintah menyelenggarakan uji
coba pendidikan PPB jarak jauh di 3 Provinsi jawa barat, jawa tengah, jawa
timur. Pengaturan penyelenggaraan telah diatur dalam SK menkes no
1247/menkes/SK/XII/1994
17. Tahun 1994 dilakukan pelatihan pelayanan
kegawatdaruratan maternal dan neonatal LLSS
18. Tahun 1996 Ibi bekerja sama dengan depkes dan
American College of Nurse Midwife (ACNM) dan RS swasta menjadikan training
kepada anggota IBI sebanyak 8 orang untuk LSS yang kemudian menjadi tim pelatih
LSS inti di PP IBI
19. Tahun 1995-1998 IBI bekerja sama dengan mother
care melakukan pelatihan dan peer review bagi bidan RS, bidan puskesmas dan
bidan desa di provinsi kalimantan selatan
20. Tahun 2000 ada pelatihan APN yang dikoordinasikan
untuk maternal neonatal health (MNH) sampai saat ini telah melalui APN di
beberapa provinsi.
0 komentar :
Posting Komentar