About me

Minggu, 25 Maret 2012

Kespro remaja perempuan


Masa remaja adalah masa transisi antara masa kanak-kanak dengan dewasa dan relatif belum mencapai tahap kematangan mental dan sosial sehingga mereka harus menghadapi tekanan-tekanan emosi dan sosial yang saling bertentangan.
Bagi remaja perempuan, rentang usia 11-18 tahun adalah masa ketika mereka mulai mengenal tubuh dan aspek-aspek penting mengenai perempuan, seperti keperawanan, kehamilan, dan kesehatan.
Masa remaja sangat rentan dengan berbagai persoalan kesehatan repoduksi. Kesehatan wanita di masa dewasa dan tua tidak terlepas dari kondisi sebelumnya, yaitu masa remaja, dan anak-anak. Pada masa anak-anak (6-12 tahun), pendidikan seks sudah harus diberikan sesuai dengan kondisi dan kadar kemampuan.
Masa remaja (12-18 tahun), merupakan periode yang sangat penting dan berpengaruh terhadap perkembangan pola tingkah laku di masa tua. Yakni, masa sejak puber sampai saat di mana anak telah mencapai kedewasaan, baik psikologis, seksual, maupun fisiologis.
Remaja pada awal perkembangan (12 -13 tahun), terdapat perbedaan pertumbuhan fisiologis dan perubahan sosial yang berbeda dengan ketika anak-anak. Dalam dirinya terjadi perubahan alat reproduksi dan pertumbuhan tubuh secara keseluruhan. Masa remaja merupakan masa transisi, baik dari sudut biologis, psikologis, sosial, maupun ekonomis, penuh dengan gejolak dan guncangan.
Pada masa ini timbul minat kepada lawan jenis dan secara biologis alat kelaminnya sudah produktif. Remaja menganggap dirinya sudah dewasa dan ia perlu kebebasan yang lebih. Dari sinilah muncul perbedaan konflik antara orang tua dan remaja.
Sementara itu, dalam perkembangannya, pribadi dari para remaja mengalami banyak masalah dalam penyesuaian diri bila dibandingkan dengan masa sebelumnya. Pada saat ini peran keluarga dan guru sangat dibutuhkan untuk membimbing para remaja ke arah yang benar.
Masa remaja merupakan masa pertumbuhan menjadi seorang wanita yang dewasa, dan merupakan masa penting dan menentukan. Pada masa ini peningkatan status kesehatan dan pertumbuhan yang memadai dapat membantu menopang kebutuhan aktivitas yang membutuhkan banyak energi  pada masa dewasa kelak, misalnya pekerjaan manual yang berat atau perawatan anak.
Seksualitas dan kesehatan reproduksi remaja didefinisikan sebagai keadaan sejahtera fisik dan psikis seorang remaja, termasuk keadaan terbebas dari kehamilan yang tak dikehendaki, aborsi yang tidak aman, penyakit menular seksual (PMS) ter-masuk HIV/AIDS, serta semua bentuk kekerasan dan pemaksaan seksual (FCI, 2000).
Remaja perlu mengetahui kesehatan reproduksi agar memiliki informasi yang benar mengenai proses reproduksi serta berbagai faktor yang ada disekitarnya. Dengan informasi yang benar, diharapkan remaja memiliki sikap dan tingkah laku yang bertanggung jawab mengenai proses reproduksi.
Namun, pengaruh informasi global yang semakin mudah diakses justru akan mempercepat usia awal seksual aktif serta mengantarkan mereka pada kebiasaan berperilaku seksual yang berisiko tinggi, karena kebanyakan remaja tidak memiliki pengetahuan yang akurat mengenai kesehatan reproduksi dan seksualitas serta tidak memiliki akses terhadap informasi dan pelayanan kesehatan reproduksi, termasuk kontrasepsi.
Kadangkala pencetus perilaku atau kebiasaan tidak sehat pada remaja justru adalah akibat ketidak-harmonisan hubungan ayah-ibu, sikap orangtua yang menabukan pertanyaan anak/remaja tentang fungsi/proses reproduksi dan penyebab rangsangan seksualitas (libido), serta frekuensi tindak kekerasan anak.
Mereka cenderung merasa risih dan tidak mampu untuk memberikan informasi yang memadai mengenai alat reproduksi dan proses reproduksi tersebut. Karenanya, mudah timbul rasa takut di kalangan orangtua dan guru, bahwa pendidikan yang menyentuh isu perkembangan organ reproduksi dan fungsinya justru malah mendorong remaja untuk melakukan hubungan seks pranikah.
Kondisi lingkungan sekolah, pengaruh teman, ketidaksiapan guru untuk memberikan pendidikan kesehatan reproduksi, dan kondisi tindak kekerasan sekitar rumah tempat tinggal juga berpengaruh.
Remaja yang tidak mempunyai tempat tinggal tetap dan tidak mendapatkan perlindungan dan kasih sayang orang tua, memiliki lebih banyak lagi faktor-faktor yang berkontribusi, seperti: rasa kekuatiran dan ketakutan yang terus menerus, paparan ancaman sesama remaja jalanan, pemerasan, penganiayaan serta tindak kekerasan lainnya, pelecehan seksual dan perkosaan.
Kebutuhan dan jenis risiko kesehatan reproduksi yang dihadapi remaja mempunyai ciri yang berbeda dari anak-anak ataupun orang dewasa. Jenis risiko kesehatan reproduksi yang harus dihadapi remaja antara lain;
·      Kehamilan
·      Aborsi
·      Penyakit menular seksual (PMS)
·      Kekerasan seksual
·      Masalah keterbatasan akses terhadap informasi dan pelayanan kesehatan.
Risiko ini dipengaruhi oleh berbagai faktor yang saling berhubungan, yaitu tuntutan untuk kawin muda dan hubungan seksual, akses terhadap pendidikan dan pekerjaan, ketidaksetaraan jender, kekerasan seksual dan pengaruh media massa maupun gaya hidup.
Masih banyak remaja putri yang kekurangan informasi dasar mengenai keterampilan menegosiasikan hubungan seksual dengan pasangannya. Mereka juga memiliki kesempatan yang lebih kecil untuk mendapatkan pendidikan formal dan pekerjaan yang pada akhirnya akan mempengaruhi kemampuan pengambilan keputusan dan pemberdayaan mereka untuk menunda perkawinan dan kehamilan serta mencegah kehamilan yang tidak dikehendaki (FCI, 2000). Bahkan pada remaja putri di pedesaan, haid pertama biasanya akan segera diikuti dengan perkawinan yang menempatkan mereka pada risiko kehamilan dan persalinan dini.
Sebagai langkah awal pencegahan, peningkatan pengetahuan remaja mengenai kesehatan reproduksi harus ditunjang dengan materi komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) yang tegas tentang penyebab dan konsekuensi perilaku seksual, apa yang harus dilakukan dan dilengkapi dengan informasi mengenai saranan pelayanan yang bersedia menolong seandainya telah terjadi kehamilan yang tidak diinginkan atau tertular ISR/PMS. Hingga saat ini, informasi tentang kesehatan reproduksi disebarluaskan dengan pesan-pesan yang samar dan tidak fokus, terutama bila mengarah pada perilaku seksual.
Pendidikan tentang kesehatan reproduksi dapat diberikan  melalui berbagai media, cara/strategi penyampaian dengan berbagai strategi model pembelajaran yang komuniatif.
Informasi dan persoalan seks seharusnya diperoleh dan disampaikan oleh dan atau kepada orang tua, guru/ustadz, atau pegawai kesehatan. Perolehan informasi yang kurang tepat akan berdampak pada minimnya pengetahuan remaja. Dari gambaran tersebut terlihat bahwa sumber informasi yang paling bertanggung jawab yaitu orang tua dan guru justru terkecil.

0 komentar :

Posting Komentar