BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Kebutuhan
akan hubungan seksual pada pasangan yang sudah menikah merupakan kebutuhan
batin yang normal. Saat hamil wanita ingin selalu dekat dengan suami, akibat
dampak psikologis yang dialami ibu hamil karena pembesaran perut, ibu merasa
tidak cantik lagi, takut suami berpaling ke pelukan wanita lain sehingga
dekapan, belaian suami, hubungan seksual merupakan obat mujarab untuk mengatasi
krisis kepercayaan diri.
Begitupun akan
kebutuhan Eliminasi, Biasanya
pada bulan pertama kehamilan ibu merasa ingin sering kencing. Ini terjadi
karena kandung kencing tertekan oleh uterus yang mulai membesar, selain itu
juga dipengaruhi oleh hormon Aldosteron yang dapat meningkatkan vaskularisasi
pembuluh darah.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1
Pengertian Seksual
Pengertian
seksual secara umum adalah sesuatu yang berkaitan dengan alat kelamin atau
hal-hal yang berhubungan dengan perkara-perkara hubungan intim antara laki-laki
dengan perempuan.
Seks yang sehat dapat menambah
kenyamanan dan meringankan stres selama kehamilan. Namun, beberapa pasangan
khawatir meneruskan cerita seksnya justru akan membahayakan janin.
Banyak wanita hamil merasa takut
berhubungan intim karena khawatir terjadi kontraksi dini. Padahal, aktivitas seks yang tergolong aktif akan
memberi nutrisi bagi pertumbuhan ibu dan bayi.
2.2 Kebutuhan Seks pada wanita hamil
Kehamilan bukan
merupakan penghalang bagi suami istri untuk melakukan hubungan seksual selama
tidak ada masalah pada kehamilan, dan hubungan seksual pada kehamilan dapat
dilakukan seperti biasa, oleh karena pada saat hamil mulut rahim mengandung
lendir kental yang mencegah pergerakan kuman dari vagina ke janin, kedua
didalam rahim janin terlindung oleh selaput ketuban dan air ketuban. Ketakutan
akan melukai janin saat melakukan hubungan seksual merupakan pemikiran yang
salah. Namun yang perlu diwaspadai adalah hubungan seksual pada kehamilan dini,
oleh karena sperma mengandung prostaglandin yang dapat mempengaruhi kontraksi
rahim, dan keguguran merupakan masalah yang paling ditakuti pada saat ini.
Pada hamil muda hubungan seksual sedapat mungkin
dihindari, bila terdapat keguguran berulang atau mengancam kehamilan dengan tanda
infeksi, pendarahan,
mengeluarkan air. Pada kehamilan tua sekitar 14 hari menjelang persalinan perlu dihindari
hubungan seksual karena dapat membahayakan. Bisa terjadi bila kurang higienis, ketuban bisa pecah, dan
persalinan bisa terangsang karena, sperma mengandung prostaglandin.
Perlu diketahui
keinginan seksual ibu hamil tua sudah berkurang karena berat perut yang makin
membesar dan tekniknya pun sudah sulit dilakukan. Posisi diatur untuk
menyesuaikan pembesaran perut.
Selama
trimester pertama kehamilan, wanita merasakan tubuhnya lebih sensitif, mual,
dan bengkak. Seks menjadi tidak nyaman, bahkan bisa jadi dorongan seksnya
menurun. Tapi, pada sebagian wanita yang lain,
dorongan seksualnya justru meningkat saat usia kehamilan muda. Ini biasanya
dialami wanita yang tetap sehat dan tak mengalami efek kehamilan seperti yang
dialami sebagian wanita hamil lain. Selama kondisi mereka sehat, tak mengalami
muntah-muntah, nafsu makan baik, dan tekanan darahnya normal, dorongan seks
wanita hamil biasanya akan tetap atau bahkan meningkat. Peningkatan dorongan
seksual ini terjadi karena aliran darah ke vagina semakin banyak, sehingga
wanita merasakan kehangatan di vaginanya.
Pada
trimester kedua, dorongan seksual biasanya sudah kembali, sementara mual dan
bengkak berkurang. . Hubungan
seksual dapat berakibat menguntungkan, karena pada saat seorang ibu hamil
mencapai klimak kontraksi uterus akan memberikan tambahan darah dari pembuluh
darah kepada jamin.
Bertambahnya berat badan pada trimester
ketiga dapat membuatnya tidak nyaman, meskipun seks masih dimungkinkan jika
Anda dan pasangan menginginkannya. Pada trimester ini
posisi senggama yang normal sulit dilakukan, akibat pembesaran perut,wanita
juga merasa kurang nyaman dalam melakukan hubungi seksual sehingga posisi saat
senggama perlu disesuaikan sehingga memberi rasa nyaman pada istri.Hubungan
seksual pada saat hamil hendaknya dilakukan secara hati-hati dan hanya bersifat
rekreatif.
Seks tidak akan menyebabkan
keguguran spontan pada kehamilan yang sehat. Tindakan fisik penetrasi tidak
membahayakan janin, yang terlindung oleh kantung ketuban dan lendir di dalam
rahim. Kebanyakan kasus keguguran terjadi karena masalah genetika atau masalah
kesehatan lainnya.
Orgasme dapat menyebabkan reaksi
yang mirip dengan kontraksi. Ini bukan kontraksi kelahiran dan tidak
berhubungan dengan kelahiran prematur.
2.3 Bahaya Melakukan Hubungan Seksual dalam Kondisi
Hamil
Hal
diatas berlaku bila selama kehamilan tidak ada masalah, namun bila kehamilan berisiko
seperti:
a. Ancaman keguguran atau riwayat keguguran, akan berisiko terjadi keguguran berulang
a. Ancaman keguguran atau riwayat keguguran, akan berisiko terjadi keguguran berulang
b.
Plasenta letak rendah (ari-ari tertanam di segmen bawah rahim),
c.
khawatir terjadi perdarahan hebat saat hubungan seksual Riwayat kelahiran
prematur, ini juga mengancam terjadinya persalinan sebelum waktunya.
d.
Keluar cairan ketuban, bila ketuban sudah keluar berarti selaput ketuban yang
berfungsi sebagai pelindung janin dari kuman yang ada di daerah vagina robek,
akibatnya hubungan seksual akan mengantarkan kuman di vagina ke dalam rahim
melalui sel-sel sperma, risikonya dapat menyebabkan infeksi pada janin
e.
Penyakit hubungan seksual (PHS),seperti: GO, siphilis, HIV/Aids, dll.
Suami
atau istri yang sedang hamil atau tidak hamil bila menderita penyakit ini
sebaiknya tidak melakukan hubungan seksual, sampai benar-benar sembuh
berdasakan penilaian dan pemeriksaan dokter yang ahli dalam bidangnya.Bila
hubungan seksual tidak dapat di hindari sebaiknya menggunakan kondom. Dampak
yang paling ditakuti bukan saja penularan ke janin, namun penularan ke pasangan
juga.
2.4
Dampak Negatif Melakukan Hubungan Seksual dalam masa Kehamilan
Berikut ini adalah beberapa dampak
negatif dari hubungan seks selama kehamilan pada wanita dengan risiko tinggi.
1.
Kelahiran prematur
Wanita yang hamil anak kembar atau
punya risiko tinggi untuk melahirkan secara prematur dianjurkan tidak
berhubungan seks. Meski tidak banyak penelitian yang membuktikan bahwa hubungan
seks saat hamil bisa memicu kelahiran prematur, beberapa dokter menganjurkan
wanita yang pernah melahirkan secara prematur untuk puasa seks demi
mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan.
2.
Penyakit Radang Panggul (Pelvic
Inflammatory Disease)
Penyakit radang panggul dipicu oleh
infeksi seksual menular termasuk chlamydia. Selain menyerang organ reproduksi
seperti indung telur dan saluran telur, infeksi ini bisa terus menjalar hingga
menulari janin. Oleh karena itu, dianjurkan untuk memakai kondom saat melakukan
hubungan seks yang berisiko terutama saat hamil.
3. Perdarahan tali pusar
Hubungan seks sebaiknya dihindari
pada wanita hamil yang memiliki placenta previa atau tali pusar yang
melintas di leher rahim. Dikhawatirkan, jari, penis atau benda apapun termasuk sex-toy
bisa melukai plasenta dan memicu perdarahan yang membahayakan janin.
4. Penyumbatan vena oleh udara (venous
air embolism)
Embolisme
atau penyumbatan vena oleh udara akibat hubungan seks jarang terjadi, namun
bisa memicu sedikitnya 18 kematian ibu dan janin di antara 20 juta kehamilan.
Jika melakukan seks oral saat hamil, pastikan agar pasangan tidak meniupkan
udara ke dalam vagina karena berisiko menyebabkan udara masuk ke vena dan
menyumbat aliran darah ke janin.
2.5 Posisi
Hubungan Seks dalam Kondisi Hamil
Faktor lain yang juga patut mendapat perhatian, saran
Wimpie, adalah perlunya mengatur posisi hubungan. Apalagi jika wanita sedang
dalam kondisi hamil tua. Perut yang semakin membuncit tentu tak bisa lagi
memberi keleluasaan bagi wanita untuk melakukan hubungan seksual dalam berbagai
posisi.
Dalam keadaan hamil muda, semua posisi mungkin masih bisa
dilakukan, meski tentu tetap perlu diatur. Pasalnya, meski kandungan belum
terlalu besar, tapi bagi sebagian wanita tetap menjadi hambatan.
Saat
usia kehamilan sudah di atas tujuh bulan, biasanya sudah muncul hambatan karena
rahim yang sudah membesar. Jika segala posisi dipaksakan, tentu akan membebani
pihak istri. Karena itu, menurut Wimpie, dalam keadaan hamil besar, sebaiknya
hubungan dilakukan dengan pria pada posisi di belakang wanita.
Posisi
hubungan seks yang disarankan untuk wanita hamil antara lain:
a. Pria di atas tapi ia miring ke salah satu
sisi atau bertahan dengan lengan, agar berat badannya tak menekan wanita.
b.
Wanita di atas tapi hindari penetrasi yang dalam.
c. Pria duduk di kursi atau tempat tidur dan wanita berada
di atasnya. Selain tak membebani kehamilan, posisi ini juga memudahkan wanita
mengatur irama hubungan sekaligus mengurangi tekanan di dinding rahim.
e.
Pria-wanita berbaring
menghadap satu arah dengan posisi wanita di depan pria. Penetrasi dilakukan
pria dari belakang.
e. Wanita
dalam posisi lutut-siku (menungging). Penetrasi dilakukan pria dari belakang.
f. Hubungan
Seks Gaya koboi
Posisinya, ibu
berada di atas tubuh suami, tapi dengan wajah membelakangi wajah suami. Ibu
layaknya penunggang kuda yang siap menyentak “kuda liar” suami. Hubungan
g. Seks Posisi Membelakangi
Dengan posisi
berdiri, tubuh ibu berada di depan suami di mana kedua kakinya terbuka di
antara kaki ibu. Jadi, ketika merasakan penetrasi, ibu bisa menyelipkan kedua
kaki dan memanfaatkan posisi yang menurut ibu tepat.
Berikut rambu-rambu
yang perlu Anda ketahui untuk melakukan seks yang aman ketika hamil :
– Posisi woman on top atau menyamping adalah
posisi yang nyaman untuk wanita hamil.
- Sebelum melakukan penetrasi yang dalam,
yang harus diutamakan adalah kenyamanan dan kebebasan ibu hamil.
- Penggunaan benda asing di sekitar vagina
atau alat bantu seks, sebisa mungkin dihindari.
- Rasa pengertian, empati, kreatifitas dan
humor adalah aspek yang sebaiknya ada ketika melakukan hubungan seksual pada
saat kehamilan.
- Kapan pun, ibu hamil berhak mengatakan
’Tidak’
- Jika kehamilannya memiliki resiko tinggi,
penetrasi dan orgasme sebaiknya dihindari sampai dokter menyatakan aman.
Rangsangan melalui puting juga harus dihindari pada kondisi kehamilan seperti
ini.
- Hindari penetrasi
jika air ketuban bocor atau pecah.
- Kontak seksual dalam bentuk apa pun harus
dihindari jika ibu hamil atau pasangannya telah terkontaminasi atau terkena
virus HIV. Gunakan kondom jika memang tetap ingin melakukan aktivitas seksual.
2.6 Waktu yang Disarankan Untuk Membatasi
Melakukan Hubungan Seksual
a.
Setiap kali terjadi perdarahan yang tak diketahui sebabnya.
b. Selama trimester pertama, bila wanita punya
riwayat keguguran atau ancaman keguguran atau menunjukkan tanda-tanda ancaman
keguguran.
c. Selama 8-12 minggu terakhir, bila wanita
punya riwayat keguguran atau ancaman keguguran atau menunjukkan tanda-tanda
ancaman keguguran.
d.
Bila membran amnion (selaput ketuban) pecah.
e. Bila terjadi plasenta previa (plasenta
terletak di dekat atau di atas leher rahim), sehingga dapat keluar terlalu dini
pada hubungan seksual, menyebabkan perdarahan dan mengancam ibu serta janinnya.
f.
Selama trimester akhir pada kehamilan kembar.
ELIMINASI
A. Eliminasi Urin
Eliminasi adalah proses pembuangan
sisia metabolisme tubuh baik berupa urine atau alvi (buang air besar).
Kebutuhan eliminasi terdiri dari atas dua, yakni eliminasi urine (kebutuhan
buang air kecil) dan eliminasi alvi (kebutuhan buang air besar).
2.8 Faktor yang Memengaruhi Eliminasi Urine
a. Diet dan asupan
Jumlah dan tipe makanan merupakan
faktor utama yang memengaruhi output urine (jumlah urine). Protein dan natrium
dapat menentukan jumlah urine yang dibentuk.selain itu, minum kopi juga dapat meningkatkan
pembentukan urine.
b. Respon keinginan awal untuk berkemih
Kebiasaan mengabaikan keinginan awal
utnuk berkemih dapat menyebabkan urin banyak tertahan di vesika urinaria,
sehingga memengaruhi ukuran vesika urinaria dan jumlah pengeluaran urine
c. Gaya hidup
Perubahan gaya hidup dapat
memengaruhi pemenuhan kebutuhan eliminasi. Hal ini terkait dengan tersedianya
fasilitas toilet.
d. Stress psikologis
Meningkatkan stres dapat
meningkatkan frekuensi keinginan berkemih. Hal ini karena meningkatnya
sensitivitas untuk keinginan berkemih dan jumlah urine yang diproduksi.
e. Tingkat aktivitas
Eliminasi urine membutuhkan tonus
otot vesika urinearia yang baik untuk fungsi sphincter. Kemampuan tonus otot di
dapatkan dengan beraktivitas. Hilangnya tonus otot vesika urinearia dapt
menyebabkan
f. Tingkat perkembangan
Tingkat pertumbuhan dan perkembangan
juga dapat memengaruhi pola berkemih. Hal tersebut dapat ditemukan pada anak,
yang lebih mengalami mengalami kesulitan untuk mengontrol buang air kecil.
Namun kemampuan dalam mengontrol buang air kecil meningkat dengan bertambahnya
usia
g. Kondisi penyakit
Kondisi penyakit dapat memengaruhi
produksi urine, seperti diabetes mellitus.
h. Sosiokultural
Budaya dapat memegaruhi pemenuhan
kebutuhan eliminasi urine, seperti adanya kultur pada pada masyarakat tertentu
yang melarang untuk buang air kecil di tempat tertentu.
i. Kebiasaan seseorang
Seseorang yang memiliki kebiasaan
berkemh di toilet, biasanya mengalami kesulitan untuk berkemih dengan melalui
urineal/pot urine bila dalam keadaan sakit.
j. Tonus otot
Tonus otot yang berperan penting
dlam membantu proses berkemih adalah otot kandung kemih, otot abdomen, dan
pelvis. Ketiganya sangat berperan dalam kontraksi sebagai pengontrolan
pengeluaran urine
k. Pembedahan
Pembedahan berefek menurunkan
filtrasi glomerulus sebagai dampak dari pemberian obat anestesi sehingga
menyebabkan penurunan jumlah produksi urine.
l. Pengobatan
Pemberian tindakan pengobatan dapat
berdampak pada terjadinya peningkatan atau penurunan proses perkemihan.
m. Pemeriksaan diagnostik
Pemeriksaan diagnostik ini juga
dapat memengaruhi kebutuhan eliminasi urine, khususnya prosedur-prosedur yang
berhubungan dengan tindakan pemeriksaan saluran kemih seperti intra venus
pyelogram (IVP).
2.9 Gangguan/Masalah Kebutuhan Eliminasi Urine
a.
Retensi urine,merupakan penumpukan urine dalam kandung kemih akibat
ketidakmampuan kandung kemih untuk mengosongkan kandung kemih.
b.
Inkontinensia urine, merupakan ketidakmampuan otot sphincter eksternal
sementara atau menetap untuk mengontrol ekskresi urine.
c.
Enuresis, merupakan ketiksanggupan menahan kemih (mengompol) yang diakibatkan
tidak mampu mengontrol sphincter eksterna.
d.
Perubahan pola eliminasi urine, merupakan keadaan sesorang yang mengalami
gangguan pada eliminasi urine karena obstruksi anatomis, kerusakan motorik
sensorik, dan infeksi saluran kemih. Perubahan eliminasi terdiri atas :
Frekuensi, Urgensi, Disuria, Poliuria, Urinaria supresi.
3.0
Kebutuhan Eliminasi Urin Selama Kehamilan
Pada
bulan- bulan pertama kehamilan kandung kencing tertekan oleh uterus yang mulai
membesar, sehingga timbul sering kencing. Keadaan ini hilang dengan makin
tuanya kehamialan bila uterus gravidus keluar dari rongga panggul. Pada akhir
kehamilan, bila kepala janin mulai turun kebawah puntu atas panggul, keluhan
sering kencing akan timbul lagi karna kandung kencing mulai tertekan kembali.
Dalam
kehamilan ureter kanan dan kiri membesar karena pengaruh progesteron. Akan
tetapi ureter kanan lebih membesar dari pada ureter kiri, karna mengalami lebih
banyak tekanan dibandingkan yang dengan ureter kiri. Hal ini disebabkan oleh
karena uterus lebih sering memutar ke arah kanan. Mungkin karena orang bergerak
lebih sering memakai tangan kanannya, atau disebabkan oleh oleh letak kolon dan
sigmoid yang berada dibelakang kiri uterus. Akibat tekanan pada ureter kanan
tersebut, lebih sering dijumpai hidroureter dekstra dan pielitis dekstra.
Disamping
sering kencing tersebut diatas terdapat pula poliuria. Poliuria disebabkan oleh
adanya peningkatan sirkulasi darah diginjal pada kehamialan, sehingga filtrasi
digromelurus meningkat sampai 69%. Reabsorpsi ditubulus tidak berubah, sehingga
lebih banyak dapat dikeluarkan urea, asam urik, glukosa, asam amino, asam folik
dalam kehamilan.
Selama kehamilan,
ginjal meningkatkan ekskresi produk sisa sebagai respons terhadap peningkatan
metabolism ibu dan janin, sementara retensi cairan dan elektrolit berubah
sebagai respons terhadap perubahan kardiovaskular. Umumnya dianggap peningkatan
volume darah sirkulasi dan hemodilusi pada kehamilan dicapai melalui
peningkatan reabsorpsi natrium di tubulus ginjal. Retensi natrium dirangsang
oleh deoksikortikosteron yang berasal dari progrsteron. Retensi cairan di
pasilitasi oleh kerja angiontensin II. Estrogen meingkatkan produksi
angiotansinogen dan rennin. Selama kehamilan, sekresi ADH cenderung terjadi
pada osmolalitas plasma yang lebih rendah, mungkin akibat pengaruh kadar
gonadrotropon korionik manusia. Demikian juga, ambang osmotic untuk rasa haus
menurun sejak awal kelahiran.
Pada kehamilan, anatomo makroskrotic
system ginjal mengalami perubahan. Ginjal membeasar akibat penigkatan aliran
darah ginjal dan volume vascular. Perubahan pada kadar prolaktin dan
prostatlandin menimbulkan efek pada aliran darah ginjal. Peningkatan alran
darah ginjal menyebabkan peningkatan laju filtrasi glomelurus sejak awal
kehamilan. Peningkatan Glomelurus menyebabkan peningkatan kadar Natrium,
Glukosa, dan asam amino didalam filtrate. Namun, reabsorpsi tubulus juga
meningkat sehingga sebagian besar beban natrium yang meningkat tersebut di
reabsorpsi.retensi natrium menyebabkan penimbunan air.
Kecenderungan mengaami resistensi insulin
pada paruk terakhir kehamilan menyebabkan peningkatan kadar glukosa darah. Hal
ini, bersama dengan peningkatan glomelurus, menyebabkan peningkatan konsentrasi
glukosa didlm filtrat, yang dapat melampaui kapasitas maksimum reabsorpsi
glukosa ditubulus sehingga sebagian glukosa akan muncul di urin. Hal ini tidak
selalu berarti diabetes mellitus. demikian juga, proteinuria yang ringan dan
jinak sering terjadi pada kehamilan, tetapi apabila disertai hipertensi, hal
tersebut mungkin mengisaratkan penyulit praeklamsia .
Terjadi retensi
kumulatif natrium dan kalium terutama pada trimester terakhir saat kebutuhan
janin akan natrium tinggi.eksresi urin kalsium meningkat, tetapi kadar kalsium
bebas tetap stabil karena penyerapan kalsium disaluran pencernaan meningkat.
Selama kehamian, keseimbangan asam – basa juga berubah. Ion hydrogen sedikit
turun terutama karena terjadi alkalemia resiratorik yang berkaitan dengan
hyperventilasi. Walaupun tekanan darah sistematik mungkin menurun, autoregulasi
(pengendalian local tekanan darah glomelurus) mempertahan kan fungsi ginjal
agar tetap optimal.
Kaliks ginjal dan ureter tampak memanjang dan
kehilangan sebagian aktifitas peristaltiknya selama kehamilan. Ureter memanjang
dan menjadi berkelok-kelok sehingga daya tamping urin nya meningkat, tetapi hal
ini juga meningkatkan resiko infeksi. Secara umum dianggap pelebaran ureter ini
terutama disebabkan oleh efek progesterone pada otot polos. Namun, ukuran
arteri dan vena ovarium bertambah dan keduanya menekan ureter, terutama disisi
kanan tempat pembuluh darah melintasi ureter dengan sudut hamper tegak lurus,
sedangkan di sisi kiri pembuluh tersebut hamper sejajar dengan ureter. Hal ini,
bersama dengaan stress yang telah ditimulkan pada ureter di bibir panggul oleh
uterus yang membesar, menjelaskan derajat perubahan morfologis tersebut.
Selama
kehamilan, fungsi kandung kemih juga terpengaruh. Frekuensi berkemih meningkat
pada awal kehamilan karena uterus yang sedang tumbuh didalam rongga panggul
menimbulkan tekanan pada kandung kemih. Pada aterm, saat terjadi engagement,
bagian presentasi janin menngkatkan stress pada kandung kemih. Pada trimester II
kandung kemih bergeser ke atas sehingga frekuensi berkemih mendekati keadaan
sebelum hamil. Tonus kandung kemih menurun selama kehamilan sehingga kafasitas
meningkat pada aterm dapat mencapai 1 liter. Penurunan tonus kandung kemih dan
bergesernya ureter oleh kandung kemih dan uterus yang membesar dapat
mempengaruhi kompetensi spingter vesikouretra (katup yang terbentuk oleh sudut
masuk normal ureter yang miring dapat terganggu karena sudut masuk ureter
berubah cenderung tegak lurus). Akibatnaya adalah kemungkinan terjadi refluks
urin dari kandung kemih kedalam ureter yang meningkatan kemungkinan infeksi
saluran kemih.
Dinding kandung
kemih menjadi edema dan hyperemik, yang meningkatkan kerentanan terhadap
infeksi dan troma. Dinding kandung kemih yang relative lemah juga dapat
menyebabkan pengosongan urin menjadi tidak sempurna. Statis urin ini
meningkatkan resiko infeksi saluran kemih karena urin, yang selama kehamilan
kaya akan glukosa dan asam amino, tetap berada didalam kandung kemih sehingga
bakteri yang semula jumlahnya tidak membahayakan, dapat berkembang biak
mencapai tingkat patologis. Wanita dengan infeksi saluran kemih di perkirakan
mengalami peningkatan resiko persalinan prematur. Seiring dengan kemajuan
kehamilan, efek postur pada fungsi ginjal menjadi lebih kuat. Perubahan
structural pada system ginjal menetap sampai masa nifas dan wanita yang pernah
mengalami infeksi saluran kemih pada kehamilan berisiko mengalami infeksi
rekuren pada masa nifas.
B. Eliminasi Alvi
Defekasi adalah proses pengosongan
usus yang sering disebut buang air besar. Terdapat dua pusat ang menguasai
refleks untuk defekasi, yang terletak di medula dan sumsum tulang belakang.
Secara umum, terdapat dua macam terdapat dua macam refleks yang membantu proses defekasi yaitu refleks defekasi intrinsic dan refleks defekasi parasimpatis.
Secara umum, terdapat dua macam terdapat dua macam refleks yang membantu proses defekasi yaitu refleks defekasi intrinsic dan refleks defekasi parasimpatis.
3.1 Gangguan / Masalah Eliminasi Alvi
a. Konstipasi
Konstipasi merupakan keadaan
individu yang mengalami atau beresiko tinggi mengalami statis usus besar
sehingga mengalami eliminasi yang jarang atau keras, serta tinja yang keluar
jadi terlalu kering dan keras.
b. Diare
Diare merupakan keadaan individu
yang mengalami atau beresiko sering mengalami pengeluaran feses dalam bentuk
cair. Diare sering disertai kejang usus, mungkin ada rasa mula dan muntah
c. Inkontinesia usus
Inkontinesia usus merupakan keadaan
individu yang mengalami perubahan kebiasaan dari proses defekasi normal,
sehingga mengalami proses pengeluaran feses tidak disadari. Hal ini juga
disebut sebagai inkontinensia alvi yang merupakan hilangnya kemampuan otot
untuk mengontrol pengeluaran feses dan gas melalui sphincter akibat kerusakan sphincter.
d. Kembung
Kembung merupakan keadaan penuh
udara dalam perut karena pengumpulan gas berlebihan dalam lambung atau usus
e. Hemorroid
Hemorrhoid merupakan keadaan
terjadinya pelebaran vena di daerah anus sebagai akibat peningkatan tekanan di
daerah anus yang dapat disebabkan karena konstipasi, peregangan saat defekasi
dan lain-lain
f. Fecal Impaction
Fecal impaction merupakann massa
feses karena dilipatan rektum yang diakibatkan oleh retensi dan akumulasi
materi feses yang berkepanjangan. Penyebab fecal impaction adalah asupan
kurang, aktivitas kurang, diet rendah serat, dan kelemahan tonus otot.
3.2 Faktor yang Mempengaruhi Eliminasi Alvi
3.2 Faktor yang Mempengaruhi Eliminasi Alvi
a. Usia
Setiap tahap perkembangan/usia memiliki
kemampuan mengontrol proses defekasi yang berbeda.
b. Diet
Diet, pola atau jenis makanan yang
dikonsumsi dapat memengaruhi proses defekasi. Makanan yang memiliki kandungan
serat tinggi dapat membantu proses percepatan defekasi dan jumlah yang
dikonsumsipun dapat memengaruhinya
c. Asupan cairan
Pemasukana cairan yang kurang dalam
tubuh membuat defekasi menjadi keras. Oleh karena itu, proses absopsi air yang
kurang menyebabkan kesulitan proses defekasi.
d. Aktivitas
Aktivitas dapat memengaruhi proses
defekasi karena melalui aktivitas tonus otot abdomen, pelvis, dan diafragma
dapat membantu kelancaran proses defekasi
e. Pengobatan
Pengobatan juga dapat memengaruhinya
proses defekasi, seperti penggunaan laksantif, atau antasida yang terlalu
sering.
f. Gaya hidup
Kebiasaan atau gaya hidup dapat
memengaruhi proses defekasi. Hal ini dapat terlihat pada seseorang yang
memiliki gaya hidup sehat/ kebiasaan melakukan buang air besar di tempat yang
bersih atau toilet, etika seseorang tersebut buang air besar di tempat terbuka
atau tempat kotor, maka akan mengalami kesulitan dalam proses defekasi.
g. Penyakit
Beberapa penyakit dapat memengaruhi
proses defekasi, biasanya penyakit-penyakit tersebut berhubungan langsung
dengan system pencernaan, seperti gastroenteristis atau penyakit infeksi
lainnya.
h. Nyeri
Adanya nyeri dapat memengaruhi
kemampuan / keinginan untuk defekasi seperti nyeri pada kasus hemorrhoid atau
episiotomi
i. Kerusakan sensoris dan motoris
Kerusakan pada system sensoris dan
motoris dapat memengaruhi proses defekasi karena dapat menimbulkan proses
penurunan stimulasi sensoris dalam melakukan defekasi.
DAFTAR
PUSTAKA
Alimul H, A.A. 2006. Pengantar kebutuhan
dasar manusia. Jakarta: salemba medika.
Potter dan perry. 2005. Buku ajar
fundamental keperawatan : konsep, proses, dan praktik. Edisi 4 Jakarta:
EGC.
1 komentar :
Mau online dapat dollar, kerjanya cuma klik iklan doank,
Daripada oline gak dapat apa-apa, mendingan ikut di Program PTC (Paid To Click), Daftar Gratis 100 %... Insya Allah dijamin gak nipu/scam...
berminat klink link dibawah ini dan ikuti langkah-langkahnya...
http://ptc3t.blogspot.com/2014/06/apa-itu-probux.html
Posting Komentar