About me

Jumat, 03 Agustus 2012

Seksual dan eliminasi pada ibu hamil

BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Kebutuhan akan hubungan seksual pada pasangan yang sudah menikah merupakan kebutuhan batin yang normal. Saat hamil wanita ingin selalu dekat dengan suami, akibat dampak psikologis yang dialami ibu hamil karena pembesaran perut, ibu merasa tidak cantik lagi, takut suami berpaling ke pelukan wanita lain sehingga dekapan, belaian suami, hubungan seksual merupakan obat mujarab untuk mengatasi krisis kepercayaan diri.
Begitupun akan kebutuhan Eliminasi, Biasanya pada bulan pertama kehamilan ibu merasa ingin sering kencing. Ini terjadi karena kandung kencing tertekan oleh uterus yang mulai membesar, selain itu juga dipengaruhi oleh hormon Aldosteron yang dapat meningkatkan vaskularisasi pembuluh darah.
 
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Seksual
Pengertian seksual secara umum adalah sesuatu yang berkaitan dengan alat kelamin atau hal-hal yang berhubungan dengan perkara-perkara hubungan intim antara laki-laki dengan perempuan.
Seks yang sehat dapat menambah kenyamanan dan meringankan stres selama kehamilan. Namun, beberapa pasangan khawatir meneruskan cerita seksnya justru akan membahayakan janin.
Banyak wanita hamil merasa takut berhubungan intim karena khawatir terjadi kontraksi dini. Padahal, aktivitas seks yang tergolong aktif akan memberi nutrisi bagi pertumbuhan ibu dan bayi.
2.2 Kebutuhan Seks pada wanita hamil
Kehamilan bukan merupakan penghalang bagi suami istri untuk melakukan hubungan seksual selama tidak ada masalah pada kehamilan, dan hubungan seksual pada kehamilan dapat dilakukan seperti biasa, oleh karena pada saat hamil mulut rahim mengandung lendir kental yang mencegah pergerakan kuman dari vagina ke janin, kedua didalam rahim janin terlindung oleh selaput ketuban dan air ketuban. Ketakutan akan melukai janin saat melakukan hubungan seksual merupakan pemikiran yang salah. Namun yang perlu diwaspadai adalah hubungan seksual pada kehamilan dini, oleh karena sperma mengandung prostaglandin yang dapat mempengaruhi kontraksi rahim, dan keguguran merupakan masalah yang paling ditakuti pada saat ini.
Pada hamil muda hubungan seksual sedapat mungkin dihindari, bila terdapat keguguran berulang atau mengancam kehamilan dengan tanda infeksi, pendarahan, mengeluarkan air. Pada kehamilan tua sekitar 14 hari menjelang persalinan perlu dihindari hubungan seksual karena dapat membahayakan. Bisa terjadi bila kurang higienis, ketuban bisa pecah, dan persalinan bisa terangsang karena, sperma mengandung prostaglandin.
Perlu diketahui keinginan seksual ibu hamil tua sudah berkurang karena berat perut yang makin membesar dan tekniknya pun sudah sulit dilakukan. Posisi diatur untuk menyesuaikan pembesaran perut.
Selama trimester pertama kehamilan, wanita merasakan tubuhnya lebih sensitif, mual, dan bengkak. Seks menjadi tidak nyaman, bahkan bisa jadi dorongan seksnya menurun. Tapi, pada sebagian wanita yang lain, dorongan seksualnya justru meningkat saat usia kehamilan muda. Ini biasanya dialami wanita yang tetap sehat dan tak mengalami efek kehamilan seperti yang dialami sebagian wanita hamil lain. Selama kondisi mereka sehat, tak mengalami muntah-muntah, nafsu makan baik, dan tekanan darahnya normal, dorongan seks wanita hamil biasanya akan tetap atau bahkan meningkat. Peningkatan dorongan seksual ini terjadi karena aliran darah ke vagina semakin banyak, sehingga wanita merasakan kehangatan di vaginanya.
 Pada trimester kedua, dorongan seksual biasanya sudah kembali, sementara mual dan bengkak berkurang. . Hubungan seksual dapat berakibat menguntungkan, karena pada saat seorang ibu hamil mencapai klimak kontraksi uterus akan memberikan tambahan darah dari pembuluh darah kepada jamin.
Bertambahnya berat badan pada trimester ketiga dapat membuatnya tidak nyaman, meskipun seks masih dimungkinkan jika Anda dan pasangan menginginkannya. Pada trimester ini posisi senggama yang normal sulit dilakukan, akibat pembesaran perut,wanita juga merasa kurang nyaman dalam melakukan hubungi seksual sehingga posisi saat senggama perlu disesuaikan sehingga memberi rasa nyaman pada istri.Hubungan seksual pada saat hamil hendaknya dilakukan secara hati-hati dan hanya bersifat rekreatif.
Seks tidak akan menyebabkan keguguran spontan pada kehamilan yang sehat. Tindakan fisik penetrasi tidak membahayakan janin, yang terlindung oleh kantung ketuban dan lendir di dalam rahim. Kebanyakan kasus keguguran terjadi karena masalah genetika atau masalah kesehatan lainnya.
Orgasme dapat menyebabkan reaksi yang mirip dengan kontraksi. Ini bukan kontraksi kelahiran dan tidak berhubungan dengan kelahiran prematur.

2.3 Bahaya Melakukan Hubungan Seksual dalam Kondisi Hamil
Hal diatas berlaku bila selama kehamilan tidak ada masalah, namun bila kehamilan berisiko seperti:
a. Ancaman keguguran atau riwayat keguguran, akan berisiko terjadi keguguran berulang
b. Plasenta letak rendah (ari-ari tertanam di segmen bawah rahim),
c. khawatir terjadi perdarahan hebat saat hubungan seksual Riwayat kelahiran prematur, ini juga mengancam terjadinya persalinan sebelum waktunya.
d. Keluar cairan ketuban, bila ketuban sudah keluar berarti selaput ketuban yang berfungsi sebagai pelindung janin dari kuman yang ada di daerah vagina robek, akibatnya hubungan seksual akan mengantarkan kuman di vagina ke dalam rahim melalui sel-sel sperma, risikonya dapat menyebabkan infeksi pada janin
e. Penyakit hubungan seksual (PHS),seperti: GO, siphilis, HIV/Aids, dll.
Suami atau istri yang sedang hamil atau tidak hamil bila menderita penyakit ini sebaiknya tidak melakukan hubungan seksual, sampai benar-benar sembuh berdasakan penilaian dan pemeriksaan dokter yang ahli dalam bidangnya.Bila hubungan seksual tidak dapat di hindari sebaiknya menggunakan kondom. Dampak yang paling ditakuti bukan saja penularan ke janin, namun penularan ke pasangan juga.
2.4 Dampak Negatif Melakukan Hubungan Seksual dalam masa Kehamilan
Berikut ini adalah beberapa dampak negatif dari hubungan seks selama kehamilan pada wanita dengan risiko tinggi.
1.      Kelahiran prematur
Wanita yang hamil anak kembar atau punya risiko tinggi untuk melahirkan secara prematur dianjurkan tidak berhubungan seks. Meski tidak banyak penelitian yang membuktikan bahwa hubungan seks saat hamil bisa memicu kelahiran prematur, beberapa dokter menganjurkan wanita yang pernah melahirkan secara prematur untuk puasa seks demi mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan.
2.    Penyakit Radang Panggul (Pelvic Inflammatory Disease)
Penyakit radang panggul dipicu oleh infeksi seksual menular termasuk chlamydia. Selain menyerang organ reproduksi seperti indung telur dan saluran telur, infeksi ini bisa terus menjalar hingga menulari janin. Oleh karena itu, dianjurkan untuk memakai kondom saat melakukan hubungan seks yang berisiko terutama saat hamil.
3. Perdarahan tali pusar
Hubungan seks sebaiknya dihindari pada wanita hamil yang memiliki placenta previa atau tali pusar yang melintas di leher rahim. Dikhawatirkan, jari, penis atau benda apapun termasuk sex-toy bisa melukai plasenta dan memicu perdarahan yang membahayakan janin.
4. Penyumbatan vena oleh udara (venous air embolism)
            Embolisme atau penyumbatan vena oleh udara akibat hubungan seks jarang terjadi, namun bisa memicu sedikitnya 18 kematian ibu dan janin di antara 20 juta kehamilan. Jika melakukan seks oral saat hamil, pastikan agar pasangan tidak meniupkan udara ke dalam vagina karena berisiko menyebabkan udara masuk ke vena dan menyumbat aliran darah ke janin.
2.5     Posisi Hubungan Seks dalam Kondisi Hamil
Faktor lain yang juga patut mendapat perhatian, saran Wimpie, adalah perlunya mengatur posisi hubungan. Apalagi jika wanita sedang dalam kondisi hamil tua. Perut yang semakin membuncit tentu tak bisa lagi memberi keleluasaan bagi wanita untuk melakukan hubungan seksual dalam berbagai posisi.
Dalam keadaan hamil muda, semua posisi mungkin masih bisa dilakukan, meski tentu tetap perlu diatur. Pasalnya, meski kandungan belum terlalu besar, tapi bagi sebagian wanita tetap menjadi hambatan.
            Saat usia kehamilan sudah di atas tujuh bulan, biasanya sudah muncul hambatan karena rahim yang sudah membesar. Jika segala posisi dipaksakan, tentu akan membebani pihak istri. Karena itu, menurut Wimpie, dalam keadaan hamil besar, sebaiknya hubungan dilakukan dengan pria pada posisi di belakang wanita.
Posisi hubungan seks yang disarankan untuk wanita hamil antara lain:
a. Pria di atas tapi ia miring ke salah satu sisi atau bertahan dengan lengan, agar berat badannya tak menekan wanita.
b. Wanita di atas tapi hindari penetrasi yang dalam.
c. Pria duduk di kursi atau tempat tidur dan wanita berada di atasnya. Selain tak membebani kehamilan, posisi ini juga memudahkan wanita mengatur irama hubungan sekaligus mengurangi tekanan di dinding rahim.
e.    Pria-wanita berbaring menghadap satu arah dengan posisi wanita di depan pria. Penetrasi dilakukan pria dari belakang.
e. Wanita dalam posisi lutut-siku (menungging). Penetrasi dilakukan pria dari belakang.
f. Hubungan Seks Gaya koboi
Posisinya, ibu berada di atas tubuh suami, tapi dengan wajah membelakangi wajah suami. Ibu layaknya penunggang kuda yang siap menyentak “kuda liar” suami. Hubungan
g. Seks Posisi Membelakangi
Dengan posisi berdiri, tubuh ibu berada di depan suami di mana kedua kakinya terbuka di antara kaki ibu. Jadi, ketika merasakan penetrasi, ibu bisa menyelipkan kedua kaki dan memanfaatkan posisi yang menurut ibu tepat.
Berikut rambu-rambu yang perlu Anda ketahui untuk melakukan seks yang aman ketika hamil :
– Posisi woman on top atau menyamping adalah posisi yang nyaman untuk wanita hamil.
- Sebelum melakukan penetrasi yang dalam, yang harus diutamakan adalah kenyamanan dan kebebasan ibu hamil.
- Penggunaan benda asing di sekitar vagina atau alat bantu seks, sebisa mungkin dihindari.
- Rasa pengertian, empati, kreatifitas dan humor adalah aspek yang sebaiknya ada ketika melakukan hubungan seksual pada saat kehamilan.
- Kapan pun, ibu hamil berhak mengatakan ’Tidak’
- Jika kehamilannya memiliki resiko tinggi, penetrasi dan orgasme sebaiknya dihindari sampai dokter menyatakan aman. Rangsangan melalui puting juga harus dihindari pada kondisi kehamilan seperti ini.
- Hindari penetrasi jika air ketuban bocor atau pecah.
- Kontak seksual dalam bentuk apa pun harus dihindari jika ibu hamil atau pasangannya telah terkontaminasi atau terkena virus HIV. Gunakan kondom jika memang tetap ingin melakukan aktivitas seksual.
2.6  Waktu yang Disarankan Untuk Membatasi Melakukan Hubungan Seksual
a. Setiap kali terjadi perdarahan yang tak diketahui sebabnya.
b. Selama trimester pertama, bila wanita punya riwayat keguguran atau ancaman keguguran atau menunjukkan tanda-tanda ancaman keguguran.
c. Selama 8-12 minggu terakhir, bila wanita punya riwayat keguguran atau ancaman keguguran atau menunjukkan tanda-tanda ancaman keguguran.
d. Bila membran amnion (selaput ketuban) pecah.
e. Bila terjadi plasenta previa (plasenta terletak di dekat atau di atas leher rahim), sehingga dapat keluar terlalu dini pada hubungan seksual, menyebabkan perdarahan dan mengancam ibu serta janinnya.
f. Selama trimester akhir pada kehamilan kembar.

 
 ELIMINASI
A.     Eliminasi Urin
Eliminasi adalah proses pembuangan sisia metabolisme tubuh baik berupa urine atau alvi (buang air besar). Kebutuhan eliminasi terdiri dari atas dua, yakni eliminasi urine (kebutuhan buang air kecil) dan eliminasi alvi (kebutuhan buang air besar).
2.8  Faktor yang Memengaruhi Eliminasi Urine
a.    Diet dan asupan
Jumlah dan tipe makanan merupakan faktor utama yang memengaruhi output urine (jumlah urine). Protein dan natrium dapat menentukan jumlah urine yang dibentuk.selain itu, minum kopi juga dapat meningkatkan pembentukan urine.
b.    Respon keinginan awal untuk berkemih
Kebiasaan mengabaikan keinginan awal utnuk berkemih dapat menyebabkan urin banyak tertahan di vesika urinaria, sehingga memengaruhi ukuran vesika urinaria dan jumlah pengeluaran urine
c.    Gaya hidup
Perubahan gaya hidup dapat memengaruhi pemenuhan kebutuhan eliminasi. Hal ini terkait dengan tersedianya fasilitas toilet.
d.    Stress psikologis
Meningkatkan stres dapat meningkatkan frekuensi keinginan berkemih. Hal ini karena meningkatnya sensitivitas untuk keinginan berkemih dan jumlah urine yang diproduksi.
e. Tingkat aktivitas
Eliminasi urine membutuhkan tonus otot vesika urinearia yang baik untuk fungsi sphincter. Kemampuan tonus otot di dapatkan dengan beraktivitas. Hilangnya tonus otot vesika urinearia dapt menyebabkan
f.      Tingkat perkembangan
Tingkat pertumbuhan dan perkembangan juga dapat memengaruhi pola berkemih. Hal tersebut dapat ditemukan pada anak, yang lebih mengalami mengalami kesulitan untuk mengontrol buang air kecil. Namun kemampuan dalam mengontrol buang air kecil meningkat dengan bertambahnya usia
g.    Kondisi penyakit
Kondisi penyakit dapat memengaruhi produksi urine, seperti diabetes mellitus.
h. Sosiokultural
Budaya dapat memegaruhi pemenuhan kebutuhan eliminasi urine, seperti adanya kultur pada pada masyarakat tertentu yang melarang untuk buang air kecil di tempat tertentu.
i. Kebiasaan seseorang
Seseorang yang memiliki kebiasaan berkemh di toilet, biasanya mengalami kesulitan untuk berkemih dengan melalui urineal/pot urine bila dalam keadaan sakit.
j. Tonus otot
Tonus otot yang berperan penting dlam membantu proses berkemih adalah otot kandung kemih, otot abdomen, dan pelvis. Ketiganya sangat berperan dalam kontraksi sebagai pengontrolan pengeluaran urine
k. Pembedahan
Pembedahan berefek menurunkan filtrasi glomerulus sebagai dampak dari pemberian obat anestesi sehingga menyebabkan penurunan jumlah produksi urine.
l. Pengobatan
Pemberian tindakan pengobatan dapat berdampak pada terjadinya peningkatan atau penurunan proses perkemihan.
m. Pemeriksaan diagnostik
Pemeriksaan diagnostik ini juga dapat memengaruhi kebutuhan eliminasi urine, khususnya prosedur-prosedur yang berhubungan dengan tindakan pemeriksaan saluran kemih seperti intra venus pyelogram (IVP).
2.9  Gangguan/Masalah Kebutuhan Eliminasi Urine
a. Retensi urine,merupakan penumpukan urine dalam kandung kemih akibat ketidakmampuan kandung kemih untuk mengosongkan kandung kemih.
b. Inkontinensia urine, merupakan ketidakmampuan otot sphincter eksternal sementara atau menetap untuk mengontrol ekskresi urine.
c. Enuresis, merupakan ketiksanggupan menahan kemih (mengompol) yang diakibatkan tidak mampu mengontrol sphincter eksterna.
d. Perubahan pola eliminasi urine, merupakan keadaan sesorang yang mengalami gangguan pada eliminasi urine karena obstruksi anatomis, kerusakan motorik sensorik, dan infeksi saluran kemih. Perubahan eliminasi terdiri atas : Frekuensi, Urgensi, Disuria, Poliuria, Urinaria supresi.
3.0 Kebutuhan Eliminasi Urin Selama Kehamilan
Pada bulan- bulan pertama kehamilan kandung kencing tertekan oleh uterus yang mulai membesar, sehingga timbul sering kencing. Keadaan ini hilang dengan makin tuanya kehamialan bila uterus gravidus keluar dari rongga panggul. Pada akhir kehamilan, bila kepala janin mulai turun kebawah puntu atas panggul, keluhan sering kencing akan timbul lagi karna kandung kencing mulai tertekan kembali.
Dalam kehamilan ureter kanan dan kiri membesar karena pengaruh progesteron. Akan tetapi ureter kanan lebih membesar dari pada ureter kiri, karna mengalami lebih banyak tekanan dibandingkan yang dengan ureter kiri. Hal ini disebabkan oleh karena uterus lebih sering memutar ke arah kanan. Mungkin karena orang bergerak lebih sering memakai tangan kanannya, atau disebabkan oleh oleh letak kolon dan sigmoid yang berada dibelakang kiri uterus. Akibat tekanan pada ureter kanan tersebut, lebih sering dijumpai hidroureter dekstra dan pielitis dekstra.
Disamping sering kencing tersebut diatas terdapat pula poliuria. Poliuria disebabkan oleh adanya peningkatan sirkulasi darah diginjal pada kehamialan, sehingga filtrasi digromelurus meningkat sampai 69%. Reabsorpsi ditubulus tidak berubah, sehingga lebih banyak dapat dikeluarkan urea, asam urik, glukosa, asam amino, asam folik dalam kehamilan.
Selama kehamilan, ginjal meningkatkan ekskresi produk sisa sebagai respons terhadap peningkatan metabolism ibu dan janin, sementara retensi cairan dan elektrolit berubah sebagai respons terhadap perubahan kardiovaskular. Umumnya dianggap peningkatan volume darah sirkulasi dan hemodilusi pada kehamilan dicapai melalui peningkatan reabsorpsi natrium di tubulus ginjal. Retensi natrium dirangsang oleh deoksikortikosteron yang berasal dari progrsteron. Retensi cairan di pasilitasi oleh kerja angiontensin II. Estrogen meingkatkan produksi angiotansinogen dan rennin. Selama kehamilan, sekresi ADH cenderung terjadi pada osmolalitas plasma yang lebih rendah, mungkin akibat pengaruh kadar gonadrotropon korionik manusia. Demikian juga, ambang osmotic untuk rasa haus menurun sejak awal kelahiran.
Pada kehamilan, anatomo makroskrotic system ginjal mengalami perubahan. Ginjal membeasar akibat penigkatan aliran darah ginjal dan volume vascular. Perubahan pada kadar prolaktin dan prostatlandin menimbulkan efek pada aliran darah ginjal. Peningkatan alran darah ginjal menyebabkan peningkatan laju filtrasi glomelurus sejak awal kehamilan. Peningkatan Glomelurus menyebabkan peningkatan kadar Natrium, Glukosa, dan asam amino didalam filtrate. Namun, reabsorpsi tubulus juga meningkat sehingga sebagian besar beban natrium yang meningkat tersebut di reabsorpsi.retensi natrium menyebabkan penimbunan air.
Kecenderungan mengaami resistensi insulin pada paruk terakhir kehamilan menyebabkan peningkatan kadar glukosa darah. Hal ini, bersama dengan peningkatan glomelurus, menyebabkan peningkatan konsentrasi glukosa didlm filtrat, yang dapat melampaui kapasitas maksimum reabsorpsi glukosa ditubulus sehingga sebagian glukosa akan muncul di urin. Hal ini tidak selalu berarti diabetes mellitus. demikian juga, proteinuria yang ringan dan jinak sering terjadi pada kehamilan, tetapi apabila disertai hipertensi, hal tersebut mungkin mengisaratkan penyulit praeklamsia .
Terjadi retensi kumulatif natrium dan kalium terutama pada trimester terakhir saat kebutuhan janin akan natrium tinggi.eksresi urin kalsium meningkat, tetapi kadar kalsium bebas tetap stabil karena penyerapan kalsium disaluran pencernaan meningkat. Selama kehamian, keseimbangan asam – basa juga berubah. Ion hydrogen sedikit turun terutama karena terjadi alkalemia resiratorik yang berkaitan dengan hyperventilasi. Walaupun tekanan darah sistematik mungkin menurun, autoregulasi (pengendalian local tekanan darah glomelurus) mempertahan kan fungsi ginjal agar tetap optimal.
Kaliks ginjal dan ureter tampak memanjang dan kehilangan sebagian aktifitas peristaltiknya selama kehamilan. Ureter memanjang dan menjadi berkelok-kelok sehingga daya tamping urin nya meningkat, tetapi hal ini juga meningkatkan resiko infeksi. Secara umum dianggap pelebaran ureter ini terutama disebabkan oleh efek progesterone pada otot polos. Namun, ukuran arteri dan vena ovarium bertambah dan keduanya menekan ureter, terutama disisi kanan tempat pembuluh darah melintasi ureter dengan sudut hamper tegak lurus, sedangkan di sisi kiri pembuluh tersebut hamper sejajar dengan ureter. Hal ini, bersama dengaan stress yang telah ditimulkan pada ureter di bibir panggul oleh uterus yang membesar, menjelaskan derajat perubahan morfologis tersebut.
            Selama kehamilan, fungsi kandung kemih juga terpengaruh. Frekuensi berkemih meningkat pada awal kehamilan karena uterus yang sedang tumbuh didalam rongga panggul menimbulkan tekanan pada kandung kemih. Pada aterm, saat terjadi engagement, bagian presentasi janin menngkatkan stress pada kandung kemih. Pada trimester II kandung kemih bergeser ke atas sehingga frekuensi berkemih mendekati keadaan sebelum hamil. Tonus kandung kemih menurun selama kehamilan sehingga kafasitas meningkat pada aterm dapat mencapai 1 liter. Penurunan tonus kandung kemih dan bergesernya ureter oleh kandung kemih dan uterus yang membesar dapat mempengaruhi kompetensi spingter vesikouretra (katup yang terbentuk oleh sudut masuk normal ureter yang miring dapat terganggu karena sudut masuk ureter berubah cenderung tegak lurus). Akibatnaya adalah kemungkinan terjadi refluks urin dari kandung kemih kedalam ureter yang meningkatan kemungkinan infeksi saluran kemih.
Dinding kandung kemih menjadi edema dan hyperemik, yang meningkatkan kerentanan terhadap infeksi dan troma. Dinding kandung kemih yang relative lemah juga dapat menyebabkan pengosongan urin menjadi tidak sempurna. Statis urin ini meningkatkan resiko infeksi saluran kemih karena urin, yang selama kehamilan kaya akan glukosa dan asam amino, tetap berada didalam kandung kemih sehingga bakteri yang semula jumlahnya tidak membahayakan, dapat berkembang biak mencapai tingkat patologis. Wanita dengan infeksi saluran kemih di perkirakan mengalami peningkatan resiko persalinan prematur. Seiring dengan kemajuan kehamilan, efek postur pada fungsi ginjal menjadi lebih kuat. Perubahan structural pada system ginjal menetap sampai masa nifas dan wanita yang pernah mengalami infeksi saluran kemih pada kehamilan berisiko mengalami infeksi rekuren pada masa nifas.

B. Eliminasi Alvi
Defekasi adalah proses pengosongan usus yang sering disebut buang air besar. Terdapat dua pusat ang menguasai refleks untuk defekasi, yang terletak di medula dan sumsum tulang belakang.
Secara umum, terdapat dua macam terdapat dua macam refleks yang membantu proses defekasi yaitu refleks defekasi intrinsic dan refleks defekasi parasimpatis.
3.1  Gangguan / Masalah Eliminasi Alvi
a.    Konstipasi
Konstipasi merupakan keadaan individu yang mengalami atau beresiko tinggi mengalami statis usus besar sehingga mengalami eliminasi yang jarang atau keras, serta tinja yang keluar jadi terlalu kering dan keras.
b.    Diare
Diare merupakan keadaan individu yang mengalami atau beresiko sering mengalami pengeluaran feses dalam bentuk cair. Diare sering disertai kejang usus, mungkin ada rasa mula dan muntah
c.     Inkontinesia usus
Inkontinesia usus merupakan keadaan individu yang mengalami perubahan kebiasaan dari proses defekasi normal, sehingga mengalami proses pengeluaran feses tidak disadari. Hal ini juga disebut sebagai inkontinensia alvi yang merupakan hilangnya kemampuan otot untuk mengontrol pengeluaran feses dan gas melalui sphincter akibat kerusakan sphincter.
d.    Kembung
Kembung merupakan keadaan penuh udara dalam perut karena pengumpulan gas berlebihan dalam lambung atau usus
e.    Hemorroid
Hemorrhoid merupakan keadaan terjadinya pelebaran vena di daerah anus sebagai akibat peningkatan tekanan di daerah anus yang dapat disebabkan karena konstipasi, peregangan saat defekasi dan lain-lain
f.      Fecal Impaction
Fecal impaction merupakann massa feses karena dilipatan rektum yang diakibatkan oleh retensi dan akumulasi materi feses yang berkepanjangan. Penyebab fecal impaction adalah asupan kurang, aktivitas kurang, diet rendah serat, dan kelemahan tonus otot.

3.
2  Faktor yang Mempengaruhi Eliminasi Alvi
a.    Usia
Setiap tahap perkembangan/usia memiliki kemampuan mengontrol proses defekasi yang berbeda.
b.    Diet
Diet, pola atau jenis makanan yang dikonsumsi dapat memengaruhi proses defekasi. Makanan yang memiliki kandungan serat tinggi dapat membantu proses percepatan defekasi dan jumlah yang dikonsumsipun dapat memengaruhinya
c.    Asupan cairan
Pemasukana cairan yang kurang dalam tubuh membuat defekasi menjadi keras. Oleh karena itu, proses absopsi air yang kurang menyebabkan kesulitan proses defekasi.
d.    Aktivitas
Aktivitas dapat memengaruhi proses defekasi karena melalui aktivitas tonus otot abdomen, pelvis, dan diafragma dapat membantu kelancaran proses defekasi
e.    Pengobatan
Pengobatan juga dapat memengaruhinya proses defekasi, seperti penggunaan laksantif, atau antasida yang terlalu sering.
f.      Gaya hidup
Kebiasaan atau gaya hidup dapat memengaruhi proses defekasi. Hal ini dapat terlihat pada seseorang yang memiliki gaya hidup sehat/ kebiasaan melakukan buang air besar di tempat yang bersih atau toilet, etika seseorang tersebut buang air besar di tempat terbuka atau tempat kotor, maka akan mengalami kesulitan dalam proses defekasi.
g.    Penyakit
Beberapa penyakit dapat memengaruhi proses defekasi, biasanya penyakit-penyakit tersebut berhubungan langsung dengan system pencernaan, seperti gastroenteristis atau penyakit infeksi lainnya.
h.    Nyeri
Adanya nyeri dapat memengaruhi kemampuan / keinginan untuk defekasi seperti nyeri pada kasus hemorrhoid atau episiotomi
i.      Kerusakan sensoris dan motoris
Kerusakan pada system sensoris dan motoris dapat memengaruhi proses defekasi karena dapat menimbulkan proses penurunan stimulasi sensoris dalam melakukan defekasi.

DAFTAR PUSTAKA


Alimul H, A.A. 2006. Pengantar kebutuhan dasar manusia. Jakarta: salemba medika.
Potter dan perry. 2005. Buku ajar fundamental keperawatan : konsep, proses, dan praktik. Edisi 4 Jakarta: EGC.

1 komentar :

GLOBAL EDUCARE mengatakan...

Mau online dapat dollar, kerjanya cuma klik iklan doank,
Daripada oline gak dapat apa-apa, mendingan ikut di Program PTC (Paid To Click), Daftar Gratis 100 %... Insya Allah dijamin gak nipu/scam...
berminat klink link dibawah ini dan ikuti langkah-langkahnya...

http://ptc3t.blogspot.com/2014/06/apa-itu-probux.html

Posting Komentar